Rabu, 24 Juni 2009

Meningkatkan Pengawasan Pengajaran

Didalam pengawasan, seorang pengawas mempunyai peran sebagai seorang individu yang harus meningkatkan kemampuan pengajaran dan kurikulum baik secara individu maupun kelompok kepada guru. Sejalan dengan pernyataan diatas, ada banyak jenis pengawas: Generalis, Spesialis, Supervisor administrastoris, Pengawas bangunan, Pengawas daerah, Pengawas propinsi, dll
Peran dan fungsi seorang pengawas ini berbeda sampai taraf tertentu, meskipun peran yang mendasar adalah peningkatan program untuk pengembangan profesi guru. Sebagai akibatnya prinsip supervisi adalah mempunyai keterkaitan untuk semua supervisor.
Berbagai macam pengawas dalam melaksanakan prakteknya memerlukan prosedur-prosedur spesifik. Sebagai contoh,seorang,pengawas harus peduli dalam membantu guru dengan perencanaan, pemilihan strategi, sumber-sumber daya/mengajar, serta evaluasi. Sebagai contoh tentang level/kedudukan pengawas di sebuah Negara lebih tinggi dibandingkan dengan pengawas lokal tetapi mereka masih dalam prinsip yang telah disesuaikan dengan kondisi yang ada (modifikasi). Pengawas berada pada tingkat lebih tinggi hirarki pengawas bidang pendidikan dapat membantu pengawasan terhadap guru, maupun tugas dan tanggungjawab pengawas ditingkat eselon lebih rendah.

Pengawas mempunyai tanggungjawab dan beberapa peran. Pengawas adalah :
• Seorang yang berpengalaman dalam pengajaran, berpengatahuan tentang metodologi terbaru dan terbaik
• seorang yang berpengalaman dalam kurikulum, berpengetahuan tentang kurikulum dan cara-cara untuk mengembangkannya.
• seorang komunikator, sesorang yang dapat menghubungkan informasi dan gagasan-gagasan kepada guru dan seorang yang merupakan pendengar yang baik.
• Seorang organisator yang mahir dalam menetapkan berbagai jenis program nilai kepada guru
• Seorang guru utama/senior, mampu mendemonstrasikan cara mengajar maupun perbincangan/pembimbingan terhadap cara mengajar
• Seorang pengevaluasi, yang menolong pengajar untuk mengevaluasi pengajaran, kurikulum, dan mereka sendiri
• Seorang pemacu, yang memberikan saran dan ide kepada pengajar untuk dipertimbangkan
• Seorang coordinator, pengawas yang bertanggungjawab membantu guru untuk mampu mengatur/membantu guru untuk mencapai sukses dalam pemecahan masalah
• Seorang yang mampu menyesuaikan diri (orienter), dalam komunitas guru yang seperti apapun
• Pengawas sebagai seorang konsultan, bertugas membantu guru atau kelompok/sekolah yang ingin meminta kejelasan/keterangan yang berhubungan dengan bidang keahliannya
• Seorang yang berhubungan dengan masyarakat/umum, yang mungkin saja diundang untuk menerjemahkan kurikulum sekolah kepada publik/masyarakat umum manapun, baik dalam komunikasi tertulis maupun dalam berbicara secara lisan (seminar)
• Pengawas adalah seorang peneliti, yang dapat menghasut/memacu untuk belajar melakukan penelitian, terutama sekali penelitian tindakan (action)
• Seorang agen perubah, seorang katalisator untuk menolong pengajar/guru untuk berubah dan meningkat.

Untuk tetap up to date (selalu kekinian/baru) dan untuk memelihara efektifitas seorang pengawas harus :
(1) Berpartisipasi dalam aktivitas pelayanan ke dalam untuk perkembangan professional,
(2) Secara regular/teratur dan sistematis evaluasi dirinya sendiri.
(3) Dan secara teratur dan sistematis meminta guru mengevaluasi efektivitas
Pengawas bisa meningkatkan kemampuan diri mereka dengan cara mengambil bagian dalam kegiatan workshop, institute/lembaga, atau konferensi yang disponsori oleh keduanya yaitu lembaga pendidikan guru serta asosiasi professional. Dalam system persekolahan, pengawas bisa dating bersama-sama secara periodik untuk mendiskusikan permasalahan timbal balik.
EVALUASI UNTUK PENGAWAS
Pengawas harus secara kontinyu mengevaluasi efektifitas mereka. Dalam mengevaluasi, pengawas bertindak sebagai model, dan secara kontinyu melakukan evaluasi kinerja mereka. Umpan balik terhadap kinerja adalah professional yang terus tumbuh dan berkembang. Pengawas mendapat umpat balik dari pelaksanaan mereka dengan 3 cara. Pertama, mereka secara biasa dievaluasi oleh administrator mereka. Kedua, mereka dapat mengevaluasi pelaksanaan mereka sendiri. Ketiga, mereka dapat mensurvei persepsi dari pengajar/guru tentang pekerjaan/kinerja mereka.

EVALUASI OLEH ATASAN
Dalam prakteknya evaluasi administrasi pengawas dilakukan oleh yang lebih tinggi (atasan/dewan pengurus) dari mereka (pengawas). Pengawas biasanya berawal dari seorang pengajar/guru. Untuk lazimnya, pengawas perlu dievaluasi oleh yang kedudukannya lebih tinggi agar dapat mengubah dan diperbaiki. Jika atasan/dewan pengurus merasa tidak puas dengan kinerja pengawas dan mungkin berkeberatan untuk memperbaharui kontraknya mungkin dapat membebaskan/memecatnya hingga akhir masa kontrak.
Administrator dan Pengawas dievaluasi untuk dua tujuan : (1) untuk menyediakan mereka dengan umpan balik sehingga mereka bisa meningkatkan kinerja mereka dan (2) untuk menyediakan atasan mereka data mengenai keputusan dasar personil, apakah akan dipertahankan dalam posisi kepengurusan dan kepengawasan.
Dalam system persekolahan, untuk melihat kemajuan administrative dan pengawasan menggunakan instrument yang dijabarkan dengan ukuran-ukuran spesifik yang mempertimbangkan alasan dalam system itu.
EVALUASI DIRI
Seorang pengawas yang teliti akan berhenti secara periodik untuk pengkajian lebih tajam sendiri. Seperti seorang pengawas akan mengangkat pertanyaan yang dibantu oleh guru dalam mengukur kemampuannya dengan menggunakan instrument. Pengawas harus memperhatikan objektif mereka, yang telah menetapkan tahun atau periode waktu dalam menentukan pertemuan mereka. Tidak hanya mengkaji efektivitas program pengawasan mereka sendiri tetapi juga mengevaluasi kualitas peran mereka yang telah melaksanakan/terlibat dalam program pengawasan. Seorang pengawas professional mengevaluasi kinerja mereka sendiri secara kontinyu.
Instrumen pengkajian diri
Pengawas harus menyimpan dalam pikiran sedikit pertanyaan dasar untuk yang akan merespon secara periodic, seperti :
Apakah saya sudah mencapai tujuan saya ?
Apakah saya memberikan bantuan nyata untuk pengajar ?
Dimana gap/jarak dalam bantuan saya ?
Apakah saya menggunakan waktu saya dengan bijaksana ?
Pada bagian mana saya memerlukan pendidikan dalam memberikan pelayanan?
Pengawas professional mengevaluasi performa mereka sendiri secara kontinyu.

EVALUASI OLEH PENGAJAR
Sangat jarang ditemukan dan ini satu pengembangan relatif baru apabila seorang pengawas di evaluasi kinerjanya dalam mengelola dan men-supervisi oleh bawahan. Dalam pandangan tradisional administrasi pengawas kebal dari evaluasi. Menurut sejarah, pendekatan birokratis pada administrasi dan supervise didominasi sebagian besar organisasi formal. Otoritas dan komunikasi dalam organisasi birokrasi berasal dari puncak ke bawahan, bukan sebaliknya.
Hanya perkembangan terhadap demokratis mendorong perubahan dan mengijinkan bawahan dalam organisasi mengevaluasi pimpinan atau atasan secara pendekatan administrasi. Disekolah sama halnya dengan guru dievaluasi oleh siswa dan oleh orang tua siswa mereka.
Pengawas dapat disupervisi oleh guru secara periodik dalam mengevaluasi prestasinya. Ini merupakan umpan balik guru dalam menemukan cara benar atau tidaknya pengawas memenuhi tugas dalam melayani guru, dan mereka dapat menilai apakah yang mereka lakukan sebelumnya lebih efektif. Pengawas dapat merancang satu instrument dan di isi oleh guru. Untuk memperoleh hasil yang sah, instrument diisi oleh dalam lingkungan kepengawasan itu sendiri.
EVALUASI PROGRAM SUPERVISI
Sebagai tambahan dalam melihat/memperhatikan peran men-supervisi harus mengumpulkan data tentang bagaimana efektifitas program. Pengawas harus berusaha/terbuka dalam menilai hasil program pengawasan. Kita ingin tahu bukan hanya peran/fungsi pengawas saja tetapi apakah hasil apa yang mereka capai. Dua pendekatan untuk mengevaluasi program pengawas yakni 1) evaluasi yang obyektif; 2) pertanyaan evaluasi.
Evaluasi yang objektif
Sehubungan dengan pendekatan untuk mensupervisi manajemen berdasarkan sasaran pengawasan sepanjang tahun. Pengawas mempunyai target pekerjan untuk tahun akademik seperti berikut:
1 Desember dengan system videotape diletakkan untuk mengevaluasi kinerja mereka sendiri;
1 Januari, guru dikunjungi sebanyak dua kali untuk setiap guru;
1 Februari, test untuk mengkaji keterampilan dasar seperti menilai;
1 Maret, pemetaan kurikulum social dan ilmu pengetahuan yang sempurna; dst
Objektif diatas adalah tipikal yang ditetapkan oleh pengawas yang tahap dasar. Dalam evaluasi program pengawasan, pengawas harus siap menentukan objek yang ingin dicapai. Menetukan obyek diatas merupakan satu ciri merencanakan obyektif menetukan program yang selayaknya dipikiran, berkomunikasi sesuai target, evaluasi program menyenangkan dalam memecahkan masalah.

Pertanyaan Evaluatif
John Lovell dan Kimbal Wiles mengilustrasikan pendekatan ini dengan menyarankan pertanyaan-pertanyaan di bawah, yang boleh ditanyakan oleh pengawas :
1. Berapa banyak pengajar/guru melakukan eksperimen?
2.Adakah ada suatu peningkatan di panggil untuk bantuan dalam berpikir melalui permasalahan?
3. Adakah perubahan dalam sifat alami menyajikan permasalahan ?
4. Apakah ada permintaan staff untuk bahan peningkatan professional ?
5. Apakah ada pembagian bahan diantara anggota staff ?
6. Apakah staff pengajar di sekolah sedang mengidentifikasi masalah yang memiliki bentuk lebih lanjut, jadi masalah tidak akan dihadapi dengan banyak (pada saat) keadaan-keadaan darurat?
7. Apakah ada penggunaan bukti dalam memutuskan isu?
8. Apakah ada dalam fakultas menerima terhadap perbedaan ?
9. Berapa banyak lagi orang tua yang termasuk/terlibat di sekolah ?
10. Berapa banyak ruangan yang menarik ?
11. Berapa banyak lagi pengajar/guru yang aktif dalam organisasi profesional ?
12. Berapa banyak lagi pengajar/guru yang mencari pengalaman untuk suatu jabatan ?
13. Berapa banyak lagi pengajar/guru yang merencanakan dengan guru lain ?
14. Berapa banyak lagi murid yang masuk dalam penilaian dan perencanaan ?
15. Apakah ada suatu presentase terbesar dari pengambilan tanggungjawab staff untuk peningkatan program ?
16. Apakah rapat staf menjadikan fakultas lebih terarah ?
17. Berapa banyak lagi pengajar/guru menggunakan satu jangkauan untuk memperluas bahan ?
18. Bagaimana membuat angka siswa dalam tes prestasi ?
Jawaban dari pertanyaan diatas akan mengungkapkan sebagian besar tentang efektifitas program pengawasan. Jika pendekatan keduanya diprogram dan keduanya dievaluasi, akan menjadi suatu tanggungjawab pengawas untuk mengambil inisitif dalam mengatasi kekurangan.

PENEGASAN/PENEKANAN PADA PENGAMATAN KOMPETENSI PENGAJAR
Kendatipun ada beberapa rekomendasi yang penekanannya terhadap identifikasi dan pengembangan menetapkan, mengukur kemampuan yang tampak dari guru. Akan menjadi tugas pengawas yang bekerja bersama guru untuk mengidentifikasikan kemampuan untuk memikirkan keberhasilan serta mengevaluasi mereka.
Pekerjaan ini dapat membuat terobosan dalam penyelesaian suatu jawaban dari pertanyaan. Apa yang dimaksud pengajaran yang efektif ? Munculnya system upah jasa akan membuat/memaksa sekolah mendefinisikan apa yang dimaksud dengan mengajar yang efektif.
SUPERVISI KLINIS
Supervisi klinis membuktikan tempatnya di total program pengawasan. Instruksi pengawas akan membantu meningkatkan sumbangan mereka kepada guru pribadi. Bersama dengan guru, mereka akan mengidentifikasi prilaku spesifik yang mana perlu/ingin dibantu. Mereka akan memusatkan peningkatan dalam pengajaran di sekolah daripada tujuan penilaian pada pribadi guru.

MENGAMATI SUPERVISI/PENGAWASAN
Diharapkan kesediaan antara guru untuk saling membantu dalam meningkat kemampuannya. Pengawas akan melatih guru-guru untuk menganalisis kinerja mereka sendiri dan kinerja dari guru-guru yang lain. Dengan memberikan guru-guru sebuah peran pengawas, ‘perang dingin’ atau pun adanya jarak antara guru dan pengawas akan menghilang.
PENGAWASAN DASAR SEKOLAH
Sekolah akan mencari untuk mengembangkan keterampilan guru dalam mengawasi, sehingga mereka bisa membantu satu sama lain. Dengan pergerakan kearah pengawasan sekolah, peran dari pengawas kantor pusat akan berubah.

PENGGUNAAN TEKNOLOGI
Pengawas maupun guru berkeinginan melihat kembali pelajaran/pengajaran mereka sehingga mereka dan pengawas dapat meneliti kembali kinerja guru secara hati-hati. Hal ini digunakan agar memudahkan dalam perbaikan untuk membantu guru dan pengawas sendiri, dan tentu tidak mengganggu siswa siswa dengan adanya peralatan video tsb.
Sistem sekolah mencoba untuk membuat suatu perpustakaan professional tentang materi rekaman video untuk digunakan pada analisa pengajaran. Para pengawas akan memerlukan kesempurnaan dalam aplikasi computer yang tidak hanya membantu melakukan pekerjaan mereka sendiri lebih efektif tetapi juga untuk membantu para guru menggunakan computer untuk menjalanklan instruksi.
RINGKASAN
Saat ini pengawas memainkan sejumlah peran yang bervariasi. Dalam teks ini peran utama adalah sebagai pemberi bantuan kepada guru baik pada pengajaran maupun kurikulum. Keberadaan pengawas sendiri, secara teratur dievaluasi pengawasan mereka. Keterlibatan perbaikan penilaian/evaluasi diri, dan evaluasi kinerja mereka oleh guru yang di bantu.

Read More......

Selasa, 23 Juni 2009

Investigasi Ilmiah dan Pelatihan Investigasi Seni Membuat Kesimpulan

ORIENTASI PADA MODEL
Esensi pendekatan Studi Kurikulum Ilmu Biologi (BSCS) adalah mengajarkan siswa memproses informasi yang menggunakan teknik sejenis dengan penelitian orang Biologi – yaitu, mengidentifikasi masalah dengan menggunakan metode khusus untuk memecahkannya. BSCS menekankan isi dan proses. Penekanan pertama pada sikap manusia pada ekologi bumi. Masalah ini diciptakan oleh pertumbuhan jumlah penduduk, pengurangan sumber daya, polusi, pembangunan regional, semua ini nampaknya membutuhkan intelijen pemerintah dan tindakan masyarakat. Hal ini sebahagian, masalah lingkungan biologis, dan semua warga negara harus memiliki kesadaran terhadap lingkungannya (Schwab, 1965, p. 19)

Penekanan kedua adalah pada investigasi ilmiah.
Walaupun satu dari tujuan utama versi ini adalah mendeskripsikan kontribusi utama biologi molekuler modern yang telah dibuat bagi pemahaman umum masalah-masalah ilmiah. Diukur oleh hampir semua pengukuran standar, ilmu pengetahuan telah dan berlanjut menjadi kekuatan dahsyat dalam masyarakat kita. Akan tetapi, masalah terjadi. Permasalahan ini, dikemukakan oleh C.P Snow dalam bukunya Two Cultures, muncul dari kenyataan bahwa walaupun banyak orang dapat paham produk ilmu pengetahuan, di waktu yang sama, mereka menjadi tak peduli kenaturalan ilmu pengetahuan dan metode investigasinya. Ini mungkin penyimpulan yang aman bahwa pemahaman produk ilmu pengetahuan tidak bisa diperoleh tanpa memahami proses. Serupa, dalam masyarakat bebas seperti masyarakat kita, banyak tergantung pada rata-rata evaluasi ilmu pengetahuan masyarakat. (Schwab, 1965, p. 26-27)
Untuk membantu siswa memahami kealamian ilmu pengetahuan, strategi dikembangkan oleh komite BSCS mengenalkan siswa pada metode biologi yang dalam waktu yang sama mereka memperkenalkan ide-ide dan kenyataan yang ada. Komite tersebutnya meletakkanya secara tajam.
Bila kita memeriksa buku teks konvensional SMA, kita mendapatkan isinya utamanya atau keseluruhannya tentang suatu seri pernyataan positif yang tidak berkualifikasi. Ada terlalu banyak jenis mamalia. “Organ A dibentuk oleh tiga tissue:. Respirasi terjadi dalam langkah terakhir berikut” Gen adalah unit hereditas”. Fungsi A adalah X”.
Pernyataan kesimpulan ini sudah lama menjadi standar retorik buku teks bahkan di level kuliah. Ia mempunyai banyak manfaat, simplisitas dan ukuran ekonomis, setidaknya. Akan tetapi, ada banyak keberatan terhadap itu. keduanya dari penghilangan atau perintah, adanya kesalahan gambar kealamian ilmu pengetahuan.
Kesimpulan retoris memiliki dua efek yang tidak menguntungkan bagi siswa. Pertama, ia memberikan inpresi bahwa ilmu pengetahuan berisi kebenaran yang tetap, tidak dapat berganti. Tetapi ini bukanlah kasusnya. Percepatan pengetahuan tahun-tahun terakhir ini telah menjadi jelas bahwa ilmu pengetahuan bersifat revisi. Secara temporer ia codex, secara kontinyu direstrukturisasi karena data baru berhubungan dengan yang lama.
Kesimpulan retoris juga cenderung menyampaikan kesan bahwa ilmu pengetahuan lengkap. Ternyata, kenyataan bahwa investigasi ilmiah masih berlangsung, dan pada waktu tertentu, tidak dapat dipertanggungjawabkan bagi siswa.
Dosa penghilangan oleh kesimpulan retoris dapat dinyatakan: Ia gagal menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan ilmiah lebih dari sekedar laporan sederhana sesuatu yang diobservasi, yaitu badan pengetahuan yang dipalsukan secara perlahan dan tentatif (ragu-ragu) dari raw materialnya. Itu tidak menunjukkan bahwa perencanaan eksprimen dan pengamatan muncul dari masalah yang muncul. Dan masalah tersebut, bergantian, muncul dari konsep yang menyimpulkan pengetahuan kita sebelumnya. Akhirnya dari kepentingan yang lebih besar, merupakan kenyataan bahwa kesimpulan retorik gagal menunjukkan bahwa ilmuan seperti orang biasa, dapat salah, dan banyak investigasi/penyelidikan berhubungan dengan perbaikan kesalahan.
Di atas semua, kesimpulan retorik gagal menunjukkan bahwa konsep penyimpulan kita diuji oleh banyaknya pertanyaan yang mereka anjurkan, dan melalui tes ini dilakukan revisi dan penggantian.
Esensinya, pengajaran ilmu pengetahuan sebagai penyelidikan adalah menunjukkan beberapa kesimpulan ilmu pengetahuan dalam kerangka kerja dari mana mereka muncul dan diuji. Hal ini dapat berarti mengatakan ide yang ada, dan eksprimen untuk mengindikasikan data yang ditemukan, dan mengikuti interpretasi dimana data ini dikonversikan ke dalam pengetahuan ilmiah (Schwab, 1965, p. 39-40).
BSCS menggunakan beberapa teknik mengajar ilmu pengetahuan sebagai penyelidikan. Pertama, ia menggunakan banyak pertanyaan naturalitas ilmu pengetahuan yang tentatif, seperti; “Kita tidak tahu”. Kita tidak mampu menggunakan bagaimana sesuatu terjadi,” dan bukti tentang hal ini bertentangan”. (Schwab, 1965, p. 40).
Teori baru, dapat diganti dengan yang lain sejalan dengan waktu. Kedua, dalam wadah kesimpulan retorik, BSCS menggunakan narative of inquiry, dimana sejarah ide mayor dalam Biologi dipaparkan. Ketiga, pekerjaan laboratorium diadakan untuk mengenalkan kepada siswa untuk menyelidiki permasalahan, daripada sekedar mengilustrasikan teks. (Schwab, 1965, p. 40). Keempat, program laboratorium telah didesain dalam bentuk blok yang melibatkan siswa dalam investigasi masalah biologi yang nyata. (Schwab, 1965, p. 41).
Jadi siswa menstimulasikan aktifitas penelitian ilmuwan. Akhirnya, ada penggunaan apa yang disebut inovation to enquiry (undangan penyelidikan). Selayaknya fungsi laboratorium ini melibatkan siswa dalam aktifitas yang memampukan dia mengikuti dan berpartisipasi dalam membuat alasan yang berkenaan dengan penyelidikan awal atau masalah metodologi biologi.
Dalam bab ini kami menyajikan Undangan Penyelidikan sebagai model pengajaran yang digambarkan dari materi-materi BSCS


UNDANGAN PENYELIDIKAN
Penghargaan untuk Schwab, strategi ini dibuat
Menunjukkan kepada siswa bagaimana pengetahuan muncul dari interpretasi data…dan juga pencarian data berlanjut pada konsep dasar dan asumsi yang berubah seiring pertumbuhan pengetahuan…bahwa prinsip dan konsep berubah, pengetahuan berubah pula…melalui perubahan pengetahuan, ia berubah untuk alasan yang baik. – karena kita mengetahui lebih baik dari apa yang kita ketahui sebelumnya. Pembicaraan ini membutuhkan penekanan: kemungkinan bahwa pengetahuan saat ini dapat direvisi dimasa yang akan datang tidak berarto pengetahuan saat ini salah. Pengetahuan saat ini adalah pengetahuan berbasiskan fakta dan konsep teruji yang terbaik kita miliki. Ini paling reliable, pengetahuan rasional yang manusia mampu lakukan. (Schwab, 1965, p. 46)
Setiap permintaan penyelidikan (atau pelajaran) adalah studi kasus yang mengilustrasikan baik konsep utama juga metode ilmu. Setiap undangan memiliki contoh setelah dari proses itu sendiri terkait dengan partisipasi siswa dalam proses itu. (Schwab, 1965, p. 47)
Dalam setiap kasus sehari-hari studi ilmiah digambarkan. Akan tetapi penghilangan, blank, atau keingintahuan masih tertinggal belum diselidiki, dimana siswa diundang untuk mengisi: Penghilangan ini mungkin merupakan rencana dalam eksprimen. Itu mungkin merupakan kesimpulan untuk diambil dari data yang diberikan. Itu mungkin merupakan hipotesis yang kelak dipertanggungjawabkan atas data yang diberikan. (Schwab, 1965, p. 46). Dengan kata lain, format undangan memberi keyakinan siswa melihat penyelidikan biologi dalam tindakan dan terlibat di dalamna, karena dia harus memperagakan eksprimen yang hilang atau menggambarkan kesimpulan yang dihilangkan.
Rangkaian undangan adalah sekuensial dalam term kesulitan yang bertahap dapat membawa anak pada konsep yang lebih rumit. Kita dapat melihatnya dalam Undangan Penyelidikan kelompok pertama yang fokus pada topik yang berhubungan dengan metodologi – peran dan kealamian pengetahuan umum, data eksperimen, kontrol, hipotesis, dan masalah dalam penyelidikan ilmiah. Subjek dan topik undangan dalam kelompok 1 muncul pada tabel 12.1
Undangan 3 dalam kelompok 1, suatu contoh dari model ini, membawa siswa berhubungan dengan masalah salah interpretasi data.
(Subjek: Biji yang mulai tumbuh)
(Topik: Misinterpretasi data)
Ini adalah sesuatu yang beresiko dalam menginterpretasikan data. Yang lain adalah menyampaikan informasi interpretasi tanpa ada bukti. Apakah berdasar pada salah baca data yang ada atau berbeda dengan bukti tersebut. Materi dalam undangan ini ditujukan untuk mengilustrasikan satu misinterpretasi yang paling jelas. Ia juga memperkenalkan peran masalah yang diformulasikan dengan jelas dalam mengontrol data dari eksprimen yang dibawa oleh masalah itu.
Bagi siswa: (a) Seorang penyelidik tertarik dalam kondisi dimana biji akan tumbuh terbaik. Dia menempatkan beberapa benih jagung pada kertas blotting lembab dalam setiap dua piringan gelas. Dia lalu menempatkan satu dari piring ini di dalam ruangan tanpa cahaya. Yang lain diletakkan dalam ruang bercahaya cukup. Kedua ruangan diatur suhu yang sama. Setelah empat hari, penyelidik memeriksa benih. Ia menemukan bahwa semua biji di kedua piring telah tumbuh.
Interpretasi apa yang anda akan buat dari data eksprimen ini? Jangan ikutkan fakta yang mungkin anda dapatkan dari luar, tetapi terbatas hanya pada interpretasi atas eksprimen ini saja.

Tabel 12.1
UNDANGAN PENYELIDIKAN, KELOMPOK 1. PENYELIDIKAN SEDERHANA, PERAN DAN KEALAMIAN PENGETAHUAN UMUM, DATA EKSPRIMEN, KONTROL, HIPOTESIS, DAN MASALAH DALAM INVESTIGASI ILMIAH.

Favitasi Subjek Topik
1 Nukleus Sel Interpretasi Data Sederhana
2 Nukleus Sel Interpretasi Variasi Data
3 Pertumbuhan biji Misinterpretasi Data
4 Physiologi Tumbuhan Interpretasi Data Kompleks
Kesimpulan Interim I Data dan Pengetahuan
5 Ukuran Umum Sistematika dan Kesalahan Random
6 Nutrisi Tumbuhan Merencanakan Eksprimen
7 Nutrisi Tumbuhan Merencanakan Eksprimen
8 Populasi Alamiah, Predator Pemangsa Kontrol Eksprimen, Data Terbaik Kedua
9 Pertumbuhan Populasi
10 Lingkungan dan Penyakit Masalah Sampling
11 Cahaya dan Pertumbuhan Tumbuhan Ide Hipotesis
12 Kekurangan Vitamin Konstruksi Hipotesis
13 Seleksi Alam “Bila…, lalu…” Praktek analisa dalam Hipotesis
Kesimpulan Interim 2, Peran Hipotesis
14 Auxin dan Pergerakan Tumbuhan Hipotesis: Interpretasi ketidaknormalan
15 Neorohormones Jantung Masalah Ilmiah Asli
16 Penemuan Pinicilin Tidak sengaja dalam kesimpulan
16A Penemuan Anaphylaxis Tidak sengaja dalam kesimpulan

Sumber: Joseph J. Schwab, Supervisor, BSCS, Buku Pegangan Guru Biologi (New York: John Wiley & Son, Inc., 1965), p. 52. Seizin Studi Kurikulum Biologi


Tentu saja eksperimen itu didesain untuk menguji faktor cahaya. Undangan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan secara logis yang tidak memadai untuk mengatakan bahwa eksprimen menganjurkan kelembaban perlu untuk pengembangbiakan benih. Yang lain dapat berkata suhu yang hangat diperlukan. Bila saran itu tidak muncul, lakukan sekali sebagai kemungkinan. Lakukan dengan sikap yang akan mendorong ekspresi interpretasi yang tidak dapat dijamin bila ada diantara para siswa.
Bila interpretasi seperti itu muncul, anda dapat menyarankan kelemahannya dengan bertanya pada siswa tersebut apakah data menyarankan bahwa biji jagung membutuhkan piringan kaca untuk tumbuh. Mungkin tidak ada siswa yang akan menerimanya. Anda harus memiliki ketidakmudahan untuk menunjukkan pada mereka data yang mereka pikirkan adalah bukti dibutuhkannya kelembaban atau kehangatan tidak berbeda dengan data tersedia tentang piring kaca.
Bagi siswa: (b) Faktor apa yang sangat berbeda di sekeliling piring? Untuk melihat jawaban anda, ingat hal ini adalah eksprimen yang terencana, nyatakan secara rinci sebisanya masalah khusus yang membawa pada perencanaan eksprimen khusus.
Format penyelidikan ini cukup khusus. Siswa diperkenalkan dengan masalah yang diserang oleh orang biologi, dan mereka diberikan beberapa informasi tentang investigasi yang sedang dilaksanakan. Siswa dibimbing untuk menginterpretasikan data dan berhubungan dengan interpretasi yang dijamin dan tidak dijamin. Lalu, siswa dibawa untuk dapat mendesain eksprimen yang akan menguji faktor sedikit kemiripan dari misinterpretasi data. Syntax ini – untuk mengedepankan masalah tentang sesuatu investigasi, lalu menyakinkan siswa untuk mencoba menggenerasikan cara menimpulkan yang akan mengeliminasi kesulitan khusus dalam area – digunakan dalam keseluruhan program.
Mari kita lihat permintaan pada penyelidikan yang lain. Kali ini dengan topik orientasi konsep. Ilustrasi berikut adalah dari permintaan kelompok yang berhubungan dengan konsep fungsi. Topiknya telah distruktur sehingga ia mendekati masalah metodologis. Bagaimana kita menyimpulkan fungsi bagian yang diberikan karakteristik yang dapat diobservasi (apakah bukti dari fungsi?) Dalam model ini pertanyaan tidak dikemukakan secara langsung. Alih-alih, siswa dibimbing melalui area investigasi, dimana dalam permintaan ini telah dibuat kerangka untuk dimasukkan dalam hal yang bersifat metodologis dan roh penyelidikan. Pertanyaan selanjutnya dikemukakan sehingga siswa sendiri mengidentifikasi kesulitan dan kemudian berspekulasi cara mengatasinya.

MODEL PENGAJARAN
Esensi model ini adalah melibatkan siswa dalam masalah yang sebenarnya dalam penyelidikan dengan mengkonfrontir mereka dalam area investigasi, membantu mereka mengidentifikasi masalah konseptual dan metodologis dalam area investigasi, dan meminta mereka mendesain cara mengatasi masalah tersebut. Jadi, mereka melihat pengetahuan dalam pembuatan dan diinisiasikan kedalam komunitas pembelajar. Dalam waktu yang sama, mereka mendapatkan respek pengetahuan yang lebih baik dan mungkin akan belajar baik limitasi pengetahuan terbaru dan ketergantungannya. (Schaubel, Klopfer, dan Raghaven, 1991).

SINTAKSI
Sintaksis memiliki sejumlah bentuk (Lihat tabel 12.2). Secara esensi ia terdiri atas elemen atau fase berikut, walaupun mereka mungkin muncul dalam jumlah.


Tabel 12.2 Model Pertanyaan Ilmu Biologi
Tahap I Tahap II
Area investigasi diberikan kepada siswa Siswa menstruktur permasalahan
Tahap III Tahap IV
Siswa mengidentifikasi permasalahan yang ada dalam investigasi Siswa memikirkan jalan penyelesaian masalah

Pada tahap I, kesempatan bertanya dan menyelidiki dimiliki oleh siswa, termasuk metodologi yang digunakan dalam investigasi. Pada tahap II, permasalahan yang ada distruktur sehingga siswa dapat mengidentifikasi kesulitan yang mereka temukan. Kesulitan tersebut bisa saja menjadi data interpretasi, data turunan, kontrol pemecahan, dan bahan penarikan kesimpulan. Pada tahap III para siswa diminta memikirkan pemecahan bagi masalah yang ada dengan jalan merancang ulang percobaan, mengorganisir data dengan jalan yang berbeda, menurunkan data, membangun konstruksi data dan sebagainya.

Sistem Sosial
Dalam sebuah kerjasama, iklim ketelitian sangatlah diharapkan. Karena siswa akan disambut dalam sebuah komunitas pencari yang menggunakan teknik-teknik terbaik dalam ilmu pengetahuan, dalam iklim ini termasuk pula tingkat keyakinan. Para siswa membuat hipotesa dengan tekun, menentang bukti-bukti yang ada, kritis terhadap desain riset yang ada, dan sebagainya. Dalam hal ini, siswa juga harus mau bekerja keras, siswa harus menyadari pentingnya ilmu pengetahuan mereka sebagai penerapan disiplin dengan menghargai pendekatan yang mereka lakukan terhadap suatu disiplin ilmu yang telah berkembang dengan baik.

Prinsip Reaksi
Tugas guru adalah untuk mengawasi pertanyaan dan menekankan proses investigasi dan mengajak siswa untuk ikut serta di dalamnya. Guru perlu berhati-hati karena identifikasi fakta bukanlah pusat permasalahan dan guru juga perlu meningkatkan tekad dalam penyelidikan tersebut. Guru haruslah memiliki rencana untuk mengarahkan siswa agar dapat menurunkan hipotesa, menginterpretasi data dan membangun konstruksi yang mana nampak sebagai cara yang amat penting dalam menginterpretasikan fakta yang ada.
Sistem Pendukung
Seorang instruktur yang fleksibel dan mumpuni dalam proses penyelidikan, seorang yang merupakan pasokan tentang masalah penelitian dan masalah-masalah berikutnya, dan seorang sumber data yang diperlukan yang mana tersedia dalam setiap penelitian merupakan sistem pendukung dalam model ini.

Penerapan
Sejumlah model pengajaran disiplin sebagaimana proses-proses penyelidikan, semuanya dibangun mengelilingi konsep-konsep dan metode-metode dari disiplinb yang partikular.
Proyek ilmu Kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial Michigan, yang dipimpin oleh Ronald Lippit dan Robert Fox, berdasar pada pendekatan yang benar-benar potensial namun cukup mengejutkan dalam hal kesederhanaannya. Strategi ini adalah untuk mengajarkan Teknik Penelitian Psikologi Sosial yang diarahkan untuk anak-anak dengan menggunakan hubungan sosial manusia, termasuk tingkah laku mereka sendiri. Hasil menunjukkan psikologi sosial sebagaimana konsep-konsep dan metode-metode disiplin hidup yang digabungkan melalui penerapan yang berkelanjutan kepada sebuah pertanyaan terhadap masalah hubungan antar manusia. Kurikulum ini mengilustrasikan bagaimana anak-anak sekolah dasar dapat menggunakan prosedur keilmuan dalam menilai dan mengamati perilaku sosial.
Baik konsep psikologi sosial yang dijalankan oleh pembuat kurikulum maupun strategi pengajaran mereka, yang mana secara esensial adalah untuk memimpin anak-anak dalam mempraktikkan psikologi sosial, mungkin saja paling baik ditunjukkan dengan melihat materi mereka dan aktifitas-aktifitas apa saja yang mereka anjurkan. Mereka telah mempersiapkan “Tujuh Unit Laboran” yang dibangun di sekeliling sumber buku dan satu seri buku proyek. Ketujuh unit tadi dimulai dengan sebuah eksplorasi terhadap kemurnian Ilmu Pengetahuan Sosial, “Belajar untuk Menggunakan Ilmu Pengetahuan Sosial”, dan memprosesnya kepada sebuah seri unit di mana para siswa dapat mengaplikasikan prosedur ilmu pengetahuan tersebut dan konsep-konsep tingkah laku/perilaku manusia. “Menemukan Perbedaan”, “Tingkah Laku Bersahabat dan Tidak Bersahabat”, “Menjadi Sesuatu Hal”, dan “Saling Mempengaruhi Satu Sama Lain”.
Hal pertama distruktur untuk memperkenalkan para siswa kepada metode-metode Ilmu Pengetahuan Sosial seperti hal-hal berikut:
1. “Apakah itu perilaku teladan?” (bagaimana mendapatkan contoh-contoh perilaku tersebut?)
2. “Tiga cara untuk menggunakan penelitian” (memperkenalkan anak-anak kepada penggambaran, keterlibatan dan nilai-nilai pertimbangan serta perbedaan di antara mereka)
3. “Sebab dan Akibat” (memperkenalkan keterlibatan sebab musabab, pertama-tama dalam hubungannya dengan fenomena fisik, juga hubungannya dengan perilaku manusia)
4. “Penyebab yang Beragam” (mengajarkan bagaimana berurusan dengan beberapa faktor simultan yang umum. Sebagai contoh, anak-anak membaca dan menganalisa sebuah cerita di mana karakter sentral/ pusatnya memiliki beberapa motivasi untuk sebuah tindakan yang sama). (Lippit, Fox and Schaible, 1969a, pp. 24-25)

Anak-anak membandingkan analisa sampel mereka agar mereka dapat memeriksa penelitiannya dan saling ikut serta dalam kegiatan dan dapat menyadari masalah penerimaan persetujuan pengamatan/observasi. Mereka juga belajar bagaimana menganalisa interaksi melalui teknik analisis sirkular.
Akhirnya, serangkaian seri aktivitas memperkenalkan anak-anak kepada percobaan dengan psikologi sosial yang telah menurun teori-teori menarik tentang bersahabat tidaknya suatu perilaku serta tentang kerjasama dan persaingan.
Pendekatan ini berfokus kepada pembelajaran anak terhadap interaksi manusia, menyediakan sebuah frame akademis tentang referensi-referensi dan teknik-teknik untuk melukiskan dan membawakan hal-hal yang perlu ditanyakan dan melibatkan siswa dalam penelitian perilaku gurunya dan apa saja yang ada di sekelilingnya. Dan tujuan dari itu semua adalah mencapai tingkatan dimana siswa dapat menarik beberapa karakteristik dari Ilmu Pengetahuan Sosial. Jadi,nilai-nilai itu sendiri adalah hubungan interpersonal sebagaimana yang ada dalam lokasi / wilayah akademisnya.
Model ini memiliki kemampuan penerapan yang luas, akan tetapi sayangnya model ini amat bergantung pada materi-materi pertanyaan yang terorientasi (pada area investigasi), yang mana sangat jarang ada di dalam suatu ruangan kelas, karena teks pengajarannya standar. Bagaimanapun juga, setiap area mata pelajaran memiliki setidaknya satu seri teks yang berupa pertanyaan terorientasi atau satu seri yang mudah diadaptasi dari model ini. Seorang instruktur dengan pemahaman yang jelas tentang model ini akan dengan mudahnya melihat materi instruksional, dengan sedikit penyusunan, dia akan dapat menyediakan suatu area penelitian yang sesuai. Instruktur-instruktur yang memilki cukup ilmu pengetahuan pada bidang disiplin ilmunya akan dapat menyusun materi mereka sendiri.

Efek Instruksi dan Pemeliharaannya
Model pertanyaan Ilmu Pengetahuan Biologi (Gambar 12.11) dirancang untuk mengajarkan proses penelitian Biologi, untuk mengetahui cara para siswa dalam memproses informasi dan untuk memelihara komitmen kepada pertanyaan-pertanyaan Ilmu Pengetahuan. Hal ini mungkin saja memelihara keterbukaan pikiran dan sebuah kemampuan untuk menggantung penilaian dan menyeimbangkan alternatif-alternatif lainnya. Melalui penekanan pada komunitas di sekolah, hal ini juga dapat memelihara semangat kerja sama dan kemampuan untuk bekerja dengan orang lain.
Model penyelidikan Ilmu Pengetahuan/ Sains telah dibangun untuk digunakan pada siswa dari segala usia, dari masa Taman Kanak-Kanak sampai tingkat perguruan tinggi (Metz, 1995). Inti dari tujuan ini adalah untuk mengajarkan proses yang esensial dari ilmu pengetahuan dan bersama-sama dengan kebanyakan konsep disiplin dari informasi yang telah dikembangkan tersebut.
Riset dalam model-model itu telah senantiasa difokuskan kepada semua kurikulum yang telah diimplementasikan dalam kurun waktu lebih dari satu tahun, menggunakan model-model yang konstan dengan materi-materi yang tepat. Hal yang pertama, guru yang akan menggunakan mereka harus terikat dalam pembelajaran intensif baik secara akademis maupun dalam semua model pertanyaan. Hal yang kedua adalah di mana model-model tersebut akan diimplementasikan dengan perhatian yang cukup kepada pendidikan guru dan proses pengajaran, hasilnya benar-benar mengesankan (Bredderman, 1981; Elnemr, 1979).

MASA DEPAN PENGAJARAN MODEL INDUKTIF
Banyak model penyelidikan yang sekarang ini sedang dalam proses yang mungkin terlebih dahulu memikirkan bagaimana siswa dapat belajar membangun kategori, membuat kesimpulan, dan mengembangkan keterampilan mempersatukan dan memikirkan sebab musabab yang lebih efektif. Papert dan yang lain sedang bereksprimen dengan sejumlah strategi baru. Teori tentang “multiple intelligences” dapat muncul ke cara berfikir lain tentang berfikir.
Komputer membuat database luas, tersedia bagi siswa yang akan membuat jenis formasi konsep kompleks yang lebih mudah untuk diselidiki dan dengan pengembangan sistem pendukung yang lebih berbelit-belit dan mungkin lebih kuat.

INQUIRY TRAINING
Inquiry training dikembangkan oleh Richard Suchman (1962) untuk mengajarkan siswa proses penyelidikan dan menjelaskan kejadian yang tidak umum. Model Suchman adalah siswa melalui versi miniatur jenis-jenis prosedur yang digunakan pelajar untuk mengatur pengetahuan dan mengembangkan prinsip. Berdasarkan konsep metode ilmiah, dia membangunnya menjadi model instruksional yang disebut inquiry training.

PENELITIAN
Inquiry training didesain untuk membawa siswa secara langsung ke proses ilmiah melalui latihan-latihan yang memadatkan proses ilmiah dalam waktu yang singkat. Apa efeknya? Schlenker melaporkan bahwa inquiry training merupakan hasil dari meningkatnya pemahaman sains,produktifitas dalam berfikir kreatif, dan keahlian untuk mendapatkan dan menganalisa informasi. Dia melaporkan bahwa inquiry training tidak lebih efektif daripada metode pengajaran biasa dalam penerimaan informasi, namun inquiry training ini sama efisiennya dengan hafalan atau ceramah yang didampingi dengan pemahaman laboratorium. Ivany (1969) dan Collins (1969) melaporkan bahwa metode ini bekerja dengan sangat baik ketika konfrontasi kuat, timbul tanda tanya yang kuat, dan ketika materi yang digunakan siswa untuk menyelidiki topik di bawah pertimbangan khususnya bersifat pelajaran. Baik siswa sekolah dasar maupun sekolah lanjutan mendapatkan manfaat dari model tersebut (Voss, 1982). Dalam sebuah studi, Elefant (1980) berhasil melaksanakan model tersebut dengan anak tuli, yang memberi kesan bahwa metode itu dapat berhasil dengan siswa yang mempunyai cacat pancaindera.

ORIENTASI PADA MODEL
ASUMSI DAN TUJUAN
Inquiry training berasal dari sebuah keyakinan dalam perkembangan siswa mandiri, modelnya memerlukan partisipasi aktif dalam penyelidikan sains.Anak-anak mempunyai rasa ingin tahu dan ingin berkembang, dan inquiry training mempergunakan eksplorasi penuh semangat alami yang dimiliki anak-anak tersebut, memberi mereka arah spesifik sehingga mereka lebih bersemangat menyelidiki area baru. Tujuan umum inquiry training adalah menolong siswa mengembangkan disiplin intelektual dan keahlian yang diperlukan untuk menimbulkan pertanyaan dan mencari jawaban pertanyaan yang berasal dari keingintahuan mereka. Karena itulah, Suchman tertarik menolong siswa menyelidiki secara mandiri, tetapi dengan cara disiplin ilmu. Dia ingin siswa bertanya mengapa suatu peristiwa terjadi dan memperoleh serta memproses data secara logis, dan dia ingin mereka mengembangkan strategi intelektual umum yang dapat mereka gunakan untuk mendapatkan mengapa sesuatu seperti itu.
Inquiry training dimulai dengan memberikan sebuah peristiwa yang membingungkan kepada siswa. Suchman percaya bahwa siswa yang menghadapi situasi tersebut secara alami termotivasi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kita dapat menggunakan kesempatan yang disediakan oleh penyelidikan alami untuk mengajarkan prosedur penyelidikan disiplin ilmu.
Secara Bruner dan Taba, Schuman percaya bahwa siswa dapat semakin bertambah sadar dengan proses penyelidikan mereka dan mereka dapat secara langsung diajarkan prosedur sains. Seringkali kita sema menyelidiki secara intuitif, namun Suchman meras kita tidak dapat menganalisa dan meningkatkan pemikiran kita jika kita tidak menyadarinya.
Lebih jauh Suchman percaya bahwa penting kiranya membawa siswa ke sikap bahwa semua pengetahuan itu bersifat sementara. Siswa mengembangkan teori dan penjelasan. Beberapa tahun kemudian, teori dan penjelasan ini dikesampingkan dengan teori baru. Tidak ada jawaban permanen. Kita dapat lebih pintar dalam penjelasan kita dan kebanyakan masalah dapat dipertanggungjawabkan dengan penjelasan yang masuk akal. Siswa seharusnya menyadari dan merasa nyaman dengan ambiguitas yang dibawa penelitian. Mereka seharusnya juga sadar bahwa pandangan orang kedua akan memperkaya pola pikir kita. Perkembangan ilmu pengetahuan dimudahkan dengan pertolongan dan ide rekan kerja kita jika kita dapat belajar mentoleransi pandangan yang berbeda. Karena itulah, teori Suchman yaitu:
1. Siswa menyelidiki secara alami ketika mereka bingung
2. Mereka menjadi sadar dan belajar untuk menganalisa strategi berfikir mereka
3. Strategi baru dapat diajarkan secara langsung dan ditambahkan ke strategi siswa yang sudah mereka miliki.
4. Penyelidikan dengan kerja sama memperkaya pola pikir dan menolong siswa mempelajari sifat alami pengetahuan yang sementara dan timbul serta menghargai penjelasan orang lain.

TINJAUAN STRATEGI MENGAJAR
Mengikuti pendapat Suchman bahwa setiap individu mempunyai motivasi alami untuk menyelidiki, model training inquiry training dibangun sekitar pertentangan intelektual. Siswa dihadapkan dengan situasi yang membingungkan dan menyelidikinya. Segala sesuatu yang bersifat misterius, tidak diharapkan, atau tidak diketahui merupakan inti dari peristiwa yang tidak lazim. Karena tujuan utamanya adalah agar siswa mengalami terciptanya pengetahuan baru, situasi yang dihadapi seharusnya berdasarkan ide yang dapat ditemukan. Dalam contoh berikut ini, membengkokkan keping logam yang diletakkan di atas nyala api memulai sebuah penelitian.
Sebuah keping tersebut dari lapisan yang sepertinya bukan logam (biasanya baja dan kuningan) yang telah dilas membentuk sebuah pisau, dengan sebuah pegangan diujungnya bentuknya seperti pisau tipis atau spatula. Ketika benda itu dipanaskan, logamnya mengembang tetapi kecepatan mengembangnya tidak sama diantara dua logam tersebut. Hasilnya setengah bagian tebal keping berlapis ini menjadi agak lebih panjang daripada setengah bagian yang lain dan karena dua bagian itu saling melekat, tekanan di dalam mendorong pisau itu melengkung dan bagian luar diisi oleh logam yang saling mengembang. (Suchman, 1962, p. 28)
Suchman dengan sengaja memilih peristiwa yang hasilnya cukup mengejutkan agar sulit bagi siswa untuk bersikap acuh tak acuh terhadap penemuan tersebut. Biasanya benda yang dipanaskan tidak membengkok menjadi kurva besar. Ketika keping logam ini melengkung, secara alami siswa ingin tahu mengapa. Siswa tidak dapat menolak solusi itu jelas, mereka harus bekerja untuk menjelaskan situasi tersebut, dan hasil dari pekerjaan itu merupakan pengetahuan, konsep, dan teori baru.
Setelah memberikan situasi yang membingungkan, siswa mengajukan beberapa pertanyaan kepada guru. Namun, pertanyaan tersebut harus dijawab dengan ya atau tidak. Siswa tidak boleh meminta guru mereka menjelaskan kejadian pada mereka. Mereka harus memperhatikan dan menyusun penyelidikan mereka untuk menyelesaikan masalah. Dalam hal ini, setiap pertanyaan menjadi hipotesis yang terbatas. Karena itu, siswa tidak boleh bertanya, “bagaimana panas mempengaruhi logam?” tetapi harus bertanya “apakah panas lebih besar daripada titik lebur logam?” Pertanyaan pertama bukan pernyataan spesifik untuk informasi yang diinginkan; pertanyaan ini meminta guru untuk memberikan penjelasan. Pertanyaan kedua meminta siswa meletakkan beberapa faktor bersaman – panas, perubahan, cairan. Siswa harus meminta guru untuk memperjelas hipotesis yang sudah dia kembangkan (panas menyebabkan perubahan jadi cairan).
Siswa terus bertanya. Kapanpun mereka memberikan pertanyaan yang tidak dapat dijawab dengan ya atau tidak, guru mengingatkan mereka dan menunggu sampai mereka menemukan cara untuk bertanya dalam bentuk yang sesuai. Komentar seperti “Dapatkah kamu mengulang pertanyaan ini sehingga saya bisa menjawabnya dengan ya atau tidak?” adalah respon guru yang umum pada saat siswa salah dalam memberikan pertanyaan saat penyelidikan.
Sepanjang kegiatan penyelidikan, siswa diajarkan bahwa tahap pertama penyelidikan adalah memperjelas fakta situasi – sifat dan identitas objek, peristiwa dan kondisi disekitar peristiwa yang membingungkan itu. Pertanyaan, “Apakah keping itu terbuat dari logam?” membantu memperjelas fakta – dalam hal ini, sifat dari objek. Pada saat siswa sadar akan fakta, hipotesis seharusnya sudah mereka pikirkan dan memandu penyelidikan lebih jauh. Dengan menggunakan pengetahuan mereka tentang sifat-sifat objek siswa dapat merubah pertanyaan mereka ke hubungan antar variabel di situasi tersebut. Mereka dapat melaksanakan eksprimen lisan atau sebenarnay untuk menguji hubungan sebab akibat ini, memilih data baru atau mengatur data yang ada dengan cara baru untuk melihat apa yang akan terjadi jika hal itu dilakukan secara berbeda. Contohnya mereka dapat bertanya, “Jika saya mengecilkan api, apakah logamnya tetap bengkok?” Namun lebih baik lagi, mereka benar-benar dapat melakukannya. Dengan memberikan sebuah kondisi baru atau merubah yang sudah ada, siswa memisahkan variabel dan mempelajari bagaimana mereka saling mempengaruhi.
Penting bagi siswa dan guru mengenali perbedaan antara pertanyaan yang berusaha memperjelas “apakah” dan pertanyaan atau kegiatan yang “melakukan eksprimen” dengan hubungan antara variabel. Masing-masing penting untuk perkembangan teori, namun fakta yang terkumpul seharunya mengikuti munculnya hipotesis. Jika informasi tentang sifat situasi tidak lengkap dan unsurnya tidak jelas, siswa sepertinya akan bingung dengan banyaknya kemungkinan hubungan sebab akibat.
Jika seorang anak langsung mencoba membuat hipotesis hubungan kompleks antara semua variabel yang kelihatannya relevan untuknya, dia dapat menguji untuk jangka waktu yang tak terbatas tanpa kemajuan yang jelas, tetapi dengan memisahkan variabel dan mengujinya secara terpisah, dia dapat menghilangkan variabel yang tidak relevan dan menemukan hubungan yang ad antara setiap variabel bebas yang relevan (seperti temperatur pisau) dan variabel bergantung (dalam kasus ini misalnya membengkoknya pisau) (Suchman, 1962, p. 15-16).

Akhirnya, siswa mencoba mengembangkan hipotesis yang sepenuhnya menjelaskan apa yang terjadi (misalnya, “keping itu terbuat dari dua logam yang ditempelkan. Logam itu mengembang dengan waktu yang berbeda, dan ketika logam itu dipanaskan, satu logam yang lebih mengembang menggunakan tekanan ke logam yang lain sehingga secara bersamaan kedua logam tersebut bengkok.”) Bahkan sesudah verifikasi dan kegiatan eksprimen yang lama banyak penjelasan yang mungkin, dan siswa didorong untuk tidak puas dengan penjelasan pertama yang muncul sesuai dengan fakta.
Penekanan pada model ini sudah jelas ada pada kesadaran dan penguasaan proses penyelidikan, bukan isi situasi masalah tersebut. Walaupun model ini seharusnya menjadi cara pemerolehan dan penggunaan informasi yang sangat menarik dan efektif, guru tidak dapat terlalu berfokus pada lingkup subyek atau mendapatkan jawaban yang benar. Pada kenyataannya hal ini akan merusak seluruh semangat penyelidikan sains yang menginginkan sekumpulan pelajar menyelidiki secara bersama-sama untuk penjelasan yang kuat dan akurat phenomena sehari-hari.

MODEL PENGAJARAN SYNTAX
Inquiry training mempunyai beberapa tahap. Tahap pertama adalah adanya situasi membingungkan yang dihadapi siswa. Tahap kedua dan ketiga adalah upaya pengumpulan data, penjelasan dan eksprimen. Di tahap kedua ini, siswa memberikan sejumlah pertanyaan tentang lingkungan situasi masalah. Pada tahap keempat, siswa mengatur informasi yang mereka dapatkan dan mencoba menjelaskan ketidakcocokan. Akhirnya di tahap ke lima, siswa menganalisis strategi penyelesaian masalah yang mereka gunakan selama penyelidikan.
Tahap pertama meminta guru memberikan situasi masalah dan menjelaskan prosedur penyelidikan (tujuan dan prosedur pertanyaan ya atau tidak). Formulasi kejadian yang tidak cocok seperti masalah keping yang terdiri dari dua logam memerlukan pemikiran, walaupun srateginya dapat berdasarkan pada masalah sederhana, teka-teki atau sulap, yang tidak memerlukan banyak dasar pengetahuan. Tentu saja, tujuan utama adalah membuat siswa, khususnya siswa di kelas yang lebih tinggi tingkatnya, mengalami sendiri terciptanya pengetahuan baru, seperti yang dilakukan pelajar. Namun penyelidikan awal dapat berdasarkan ide yang sangat sederhana.
Tahap kedua, verifikasi adalah proses dimana siswa mengumpulkan informasi tentang sebuah peristiwa yang mereka lihat atau alami. Dalam eksprimen, tahap ketiga, siswa memperkenalkan unsur-unsur baru ke dalam situasi untuk melihat jika peristiwa itu terjadi secara berbeda. Walaupun verifikasi dan eksprimen disebutkan sebagai tahap yang berbeda model ini, pemikiran siswa dan jenis pertanyaan yang mereka ajukan biasanya bergantian diantara dua aspek pengumpulan data.
Tahap ke empat, guru mempersilakan siswa mengatur data dan membentuk suatu penjelasan. Beberapa siswa mengalami masalah membuat langkah cerdik antara memahami informasi yang telah mereka kumpulkan dan membentuk penjelasan yang jelas. Mungkin mereka memberikan penjelasan yang tidak mencukupi, menghilangkan informasi penting. Kadang-kadang beberapa teori atau penjelasan mungkin berdasar pada data yang sama. Dan kasus ini, meminta siswa mengungkapkan penjelasan mereka merupakan hal yang berguna sehingga kemungkinan hipotesis jadi jelas.

SISTEM SOSIAL
Suchman menginginkan sistem sosial yang koperatif dan teliti. Walaupun model inquiry training terstruktur, dengan sistem sosial yang secara garis besar di kontrol oleh guru, lingkungan intelektual terbuka untuk semua gagasan yang relevan; guru dan siswa sama-sama berpartisipasi dengan memperhatikan gagasan. Selain itu, guru harus mendorong siswa memulai penyelidikan sebanyak mungkin. Pada saat siswa mempelajari prinsip penyelidikan, struktur penyelidikan itu sendiri akan berkembang mencakup penggunaan sumber materi; percakapan dengan siswa lain, eksprimen, dan diskusi dengan guru.
Sesudah melakukan praktek penyelidikan yang diatur guru, siswa dapat melaksanakan penyelidikan yang lebih cenderung dikontrol oleh siswa. Sebuah peristiwa yang bisa membangkitkan semangat dapat diseting di kelas, dan siswa menyelidiki secara individu atau dalam bentuk kelompok, bergantian antara satu sesi penyelidikan dan pengumpulan data dengan bantuan sumber materi. Dengan cara ini siswa dapat memilih, melanjutkan penyelidikan atau mengulangnya dan belajar secara mandiri. Penggunaan model inquiry training khususnya cocok untuk setting kelas terbuka dimana guru bertindak sebagai manager dan orang yang memonitor.
Di tahap awal penyelidikan peran guru adalah memilih (atau membentuk) situasi masalah, untuk memisahkan penyelidikan berdasarkan prosedur penyelidikan, respon terhadap penyelidikan siswa dengan informasi yang diperlukan, untuk menolong penyelidik fokus dipenyelidikan mereka, dan untuk memudahkan diskusi masalah situasi diantara para siswa.

PRINSIP REAKSI
Reaksi guru paling penting adalah selama tahap kedua dan ketiga. Pada tahap kedua tugas guru adalah menolong siswa untuk menyelidiki tetapi tidak melakukan penyelidikan untuk mereka. Jika guru diberi pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan ya atau tidak maka guru harus meminta siswa membuat kembali pertanyaan sehingga mereka dapat mengumpulkan data dan menghubungkan mereka dengan situasi masalah. Jika perlu guru dapat tetap melanjutkan penyelidikan dengan membuat informasi baru yang tersedia untuk kelompok dan dengan memusatkan perhatian pada kejadian tertentu atau dengan memberikan pertanyaan. Selama tahap terakhir, tugas guru adalah menjaga agar penyelidikan tetap menjadi sebuah proses investigasi.

PRINSIP PENDUKUNG
Dukungan optimal berupa adanya masalah, guru yang memahami proses dan strategi penyelidikan, dan materi yang berhubungan dengan masalah.

APLIKASI
Walaupun inquiry training pada awalnya dikembangkan untuk ilmu alam, prosedur model ini juga dapat digunakan untuk semua bidang topik; topik apapun yang dapat dibentuk menjadi situasi yang membingungkan adalah suatu bentuk yang bisa dijadikan inquiry training. Di literatur, cerita atau plot misteri pembunuhan dan fiksi ilmu pengetahuan merupakan suatu situasi membingungkan yang menarik. Artikel surat kabar tentang situasi aneh atau tidak mungkin dapat dapat digunakan untuk membentuk peristiwa stimulus. Seorang pengarang beberapa saat yang lalu berada di restoran cina dan bingung dengan pertanyaan, “Bagaimana fortune (hal yang menguntungkan) ada di kue fortune (bagus, enak) padahal kuenya belum terlihat matang?” Tampak bagi kita pertanyaan ini dapat menjadi topik inquiry training yang menarik bagi anak-anak. Ilmu sosial juga menawarkan berbagai kemungkinan untuk inquiry training.
Pembentukan situasi yang membingungkan merupakan tugas penting; karena situasi ini mengirimkan isi kurikulum ke masalah yang akan diselidiki. Ketika obyek atau materi lain tidak tersedia atau tidak sesuai dengan situasi masalah, kami menyarankan guru membuat problem statement (pernyataan masalah) dan fact sheet (lembar fakta) untuk mereka sendiri. Problem statement menggambarkan peristiwa yang tidak lazim dan menyediakan informasi yang sebelumnya diberikan kepada siswa. Fact sheet memberikan informasi lebih jauh kepada guru tentang masalah dan guru menggunakannya untuk menjawab pertanyaan siswa.

PENYESUAIAN TINGKAT UMUR
Latihan penyelidikan dapat digunakan pada anak-anak berbagai usia, tetapi tiap grup umur membutuhkan penyesuaian. Ketika telah melihat metode yang sukses pada anak-anak Taman Kanak-Kanak namun menemui kesulitan pada anak kelas tiga. Berdasarkan aspek-aspek lain mengenai mengajar, tiap grup dan tiap siswa adalah berbeda. Bagaimanapun, contoh dapat disederhanakan dalam beberapa cara hingga siswa dapat memperhatikan pada tiap tahap.
Untuk siswa yang sangat muda, sangat baik untuk menjaga isi permasalahan tetap sederhana-mungkin dengan lebih perhatian pada penemuan daripada sebuah dasar dari penyebab. Situasi masalah seperti “Apa yang ada di dalam kotak?” atau “Apa benda yang tidak biasa ini?” atau “Mengapa satu buah telur bergulung secara berbeda dengan yang lainnya?” lebih panas. Seorang guru yang kita tahu menunjukkan pada siswanya sebuah gambar tupai terbang dari sebuah majalah untuk guru sains. Karena kebanyakan dari kita percaya mamalia tidak dapat terbang, ini merupakan sebuah momen yang benar-benar berkebalikan. Ia meminta siswa untuk mengutarakan sebuah penjelasan untuk fenomena ini menggunakan prosedur penyelidikan.
Bruce dan Bruce (1992) menyediakan banyak kejadian yang berkebalikan untuk digunakan dalam pembelajaran sosial, item yang dapat digunakan pada semua tingkat dan pada sebuah lingkup luas dari topik pembelajaran sosial umum.
Banyak buku sains siswa diisi dengan percobaan sains sederhana, banyak dari percobaan-percobaan itu yang cocok dengan tingkat primer. Cerita misteri dan teka-teki bekerja dengan baik sebagai perangsang untuk anak-anak muda. Cara lain untuk menyesuaikan pelatihan penyelidikan untuk anak-anak muda adalah menggunakan bahan visual-tiang untuk petunjuk yang menyederhanakan rangsangan dan mengurangi persyaratan untuk ingatan. Sangat berguna untuk mengarahkan untuk hanya satu atau dua obyektif spesifik dalam sebuah sesi pelatihan penyelidikan tunggal. Awalnya (pada siswa semua umur) adalah baik untuk memulai dengan sebuah permainan sederhana yang memerlukan pertanyaan ya atau tidak. Permainan ini akan memberikan siswa kepercayaan diri yang bahwa mereka dapat merumuskan pertanyaan dan menghindari pertanyaan teori langsung. Beberapa guru yang kita tahu menggunakan tas misteri, lainnya memainkan “Aku sedang memikirkan sesuatu yang aku kenakan. Tebak apakah itu” Permainan menebak sederhana seperti ini juga memberikan siswa praktik dalam membedakan pertanyaan teori (“Apa ini bajumu?”) dari pertanyaan atribut (“Apakah ini terbuat dari katun?”). Kami merekomendasikan guru mengenalkan dan menekankan tiap elemen dari penyelidikan secara terpisah. Awalnya guru akan menggunakan pertanyaan ya atau tidak. Kemudian mereka dapat meminta siswa untuk mengubah pertanyaan teori menjadi percobaan. Satu persatu guru dapat mengetatkan paksaan dari penyelidikan sebagaimana mereka mengajarkan siswa tiap elemen. Mencoba untuk menjelaskan dan melaksanakan semua elemen sekaligus akan hanya membuat frustasi siswa dan guru.
Siswa yang lebih tua lebih baik dalam menangani proses penyelidikan tersebut, dan bahan subyek mereka-terutama sains-lebih siap meminjamkan dirinya sendiri untuk penyelidikan. Meskipun ada kejadian berkebalikan yang lebih cocok dalam sekolah dasar yang lebih tinggi dan kurikulum sekunder, biasanya perlu gurunya untuk mengubah materi yang tersedia dari sebuah mode pertunjukan menjadi mode penyelidikan yang ada untuk membuat kejadian berkebalikan.

PENYESUAIAN LINGKUNGAN BELAJAR
Seperti banyak contoh lain, terutama contoh pemroses informasi, pelatihan penyelidikan dapat diajarkan pada sebuah setting yang berorientasi guru atau digabungkan untuk menjadi lebih berorientasi pada diri sendiri, lingkungan pusat belajar. Kejadian berkebalikan dapat dikembangkan melalui maksud cetakan, film, atau suara, dan kartu tugas mengarahkan siswa untuk menanggapi berdasarkan contoh yang dapat dikembangkan. Penyelidikan dapat dilaksanakan melalui sebuah periode dari beberapa hari, dan hasil dari penyelidikan siswa lain dapat dibagi. Siswa harus mempunyai akses menuju sumber daya yang layak, dan mereka mungkin bekerja bersama dalam grup. Siswa mungkin juga mengembangkan kejadian berkebalikan dan melaksanakan sesi penyelidikan untuk teman.

Read More......

Selasa, 16 Juni 2009

TEORI SISTEM DAN PERILAKU ORGANISASI (System Theory and Organizational Behavior)”

Oleh : Abdul Khaliq
PENDAHULUAN
Tema utama pada tengah abad terakhir dalam teori organisasi adalah interaksi antara struktur organisasi dan manusia, masih menjadi perdebatan apakah struktur organisasi sebagai penentu perilaku manusia dalam organisasi.
Charles Perrow mengutarakan bahwa banyak keluhan yang ada mengenai manusia yang bekerja dalam bidang sumber daya manusia diantaranya yakni rendahnya kualitas, rendahnya pendidikan serta sudut pandang yang sempit tentang manusia. Mereka cenderung bersikap menghukum yang didasarkan atas keyakinan bahwa perintah & disiplin dapat menyelesaikan masalah. Studi Perrow tentang perilaku para pelamar untuk posisi rehabilitasi anak, mereka semula bersikap permisif. Setelah mereka bekerja beberapa lama mereka bersikap suka menghukum serta berpandangan sempit tentang masalah yang mereka tangani.

Teori lain mengatakan bahwa manusia dalam organisasi cenderung membentuk struktur organisasi yang ada; misalnya dalam membuat keputusan, memimpin, mengatasi konflik yang ada dalam struktur, nilai dan budaya organisasi Lebih jauh perhatian tentang peran manusia dalam organisasi diarahkan pada kemungkinan memperbaiki organisasi. Hal ini dilakukan tidak dengan cara mengubah struktur yang ada tapi melatih manusia melalui training agar proses dalam kelompok lebih efektif (Owens; 1987)
Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai teori sistem dan perilaku organisasi yang meliputi beberapa pokok bahasan yakni; tinjauan umum teori sistem, teori sistem sosial; teori peran, konsep peranan dan hubungannya dengan teori sistem sosial serta teori kontingensi.

PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum Teori Sistem
Upaya mendeskripsikan, menjelaskan dan memprediksi perilaku organisasi umumnya berasal dari teori sistem. Seorang biolog Ludwig von Bertalanffy menyatakan bahwa teori sistem dapat dianalogikan dengan sistem yang ada pada organisme. Organisme sel itu terdiri atas sel-sel, dan sel-sel membentuk suatu molekul. Tiap bagian yang ada membentuk sistem yang terintegrasi dan terdiri dari struktur yang saling bergantungan dan bekerja secara harmonis. Tiap molekul tahu tugas masing-masing dan harus dapat bekerjasama serta memenuhi aturan yang ada.
Hukum keteraturan merupakan konsep yang bersifat menyeluruh. Ide tentang keteraturan merupakan ide dasar dalam memahami dan menganalisis situasi yang kompleks.
Teori sistem memiliki dua konsep dasar yaitu pertama, konsep subsistem yang melihat hubungan antar bagian sebagai hubungan sebab akibat. Konsep kedua memandang sebab jamak (multiple causation) sebagai hubungan yang saling berkaitan yakni tiap bagian merupakan kompleks (kumpulan) yang tiap faktornya saling berkaitan. (Owens; 1987)
B. Teori Sistem Sosial; Teori Peran, Konsep Peranan dan hubungannya dengan Teori Sistem Sosial
Ada dua pola sistem yakni open system (sistem terbuka) dan closed system (sistem tertutup) dalam konteks hubungan organisasi dengan lingkungan eksternal. Suatu sistem adalah “terbuka”, jika mempunyai transaksi dengan lingkungan mana ia berada. Transaksi antara suatu organisasi dengan lingkungannya mencakup “input” dan “output”. Input biasanya dalam bentuk informasi, energi, uang, pegawai, material dan perlengkapan yang diterima organisasi dari lingkungannya. Output organisasi pada lingkungannya dapat berbentuk macam-macam tergantung pada sifat organisasi (Wexley & Yukl; 1995). Hubungan pada tiap aspek input dan output yang ada di sekolah dengan lingkungan yang lebih luas merupakan suatu interaksi yang membentuk siklus yang tiada akhir.
Konsep input-output sering disebut sebagai model linear, yaitu teori yang menjelaskan bagaimana sistem dapat dijelaskan dalam konteks dunia nyata. Suatu teori yang beranjak dari konsep umum ke khusus yang tampak logis, rasional dan teratur berupaya untuk mencari jawaban terhadap upaya menghubungkan nilai input dan nilai output sehingga menghasilkan efisiensi biaya. Dalam konteks sekolah, siswa dan guru berupaya mencapai tujuan formal sekolah dengan keyakinan, tujuan dan harapan. Mereka akan mematuhi hukum, aturan dan disiplin agar dapat mempertahankan diri daripada memikirkan komitmen yang tidak jelas. Pendekatan lain dalam memahami organisasi sekolah dan perilaku anggotanya adalah dengan berfokus pada apa yang sebenarnya terjadi. Hal ini berpusat pada proses yang terjadi di dalam yaitu sistem organisasi yang dipandang sebagai sistem total dari konteks yang menggambarkan seluruh pola yang ada.
Organisasi sebagai sistem yang menciptakan dan menjaga lingkungan didalamnya memuat interaksi manusia yang kompleks (baik antar individu maupun dalam kelompok). Organisasi sekolah, misalnya, harus dipandang sebagai hubungan antara perilaku manusia dan konteksnya. Dengan demikian, perilaku organisasi difokuskan pada sekolah sebagai suatu sistem.
Andrew Halpin dan Don Croft meneliti tentang iklim sekolah yang berfokus pada karakteristik internal organisasi sekolah yang seakan terpisah dari pengaruh lingkungan. Hal ini akan memudahkan peneliti karena memisahkan unsur lingkungan sekolah dengan konteks yang lebih luas.
Organisasi dengan sistem terbuka dapat digambarkan seperti fenomena nyala api lilin, sinar yang dipancarkannya akan memengaruhi kondisi lingkungan di sekelilingnya. Daniel Griffiths mengatakan bahwa organisasi (sistem) berada dalam lingkungan (suprasistem) yang didalamnya memuat pula sub sistem (perangkat administrasi dalam organisasi). Batasan antar sub sistem dibuat dengan garis putus-putus yang berarti antar bagian dapat saling menembus (permeable). Antara subsistem yang terlibat dapat saling mempengaruhi lewat hubungan yang interaktif dan adaptif antar komponen. Masalah yang terjadi pada satu bagian dapat menjadi ancaman terhadap fungsi keseluruhan. (Owens; 1987)
Adapun karakteristik dari sistem tertutup adalah adanya kecenderungan yang kuat untuk bergerak mencapai suatu keseimbangan dan entropi yang statis. Sifat ini menunjukkan adanya kebekuan atau tepatnya keseimbangan yang beku. Istilah entropi aslinya dipergunakan dalam ilmu-ilmu fisika. Ia mempunyai pengertian dipergunakan pada setiap sistem yang tertutup dengan tidak adanya potensi berikutnya untuk membangkitkan daya kerja atau usaha transformasi (Miftah Thoha; 2008).
Teori Peran
Erving Goffman menganalogikan situasi kehidupan sehari-hari dengan peran di panggung ketika menganalisis perilaku interpersonal manusia dalam organisasi. Tiap organisasi harus mengartikan peran individu yang terlibat yang dipengaruhi oleh interaksi dinamis dengan orang lain. Seperti aktor dan penonton, peran yang dijalani oleh pimpinan, misalnya dibentuk oleh harapan atasannya dan juga oleh kehadiran orang lain. Kehadiran orang lain (direktur dan orang lain) bertujuan untuk mengontrol situasi dan organisasi agar orang-orang yang terlibat berperilaku seragam (conform).
Adapun beberapa istilah mengenai peran ini sebagai berikut;
1. Peran adalah konsep psikologis tentang perilaku yang timbul dalam interaksi dengan manusia lain. Tiap posisi membawa harapan tertentu bagi pelaku dan organisasi lain.
2. Deskripsi peran, yaitu perilaku aktual yang ditunjukkan. Lebih tepat lagi berkaitan dengan lagi persepsi seseorang tentang perilaku yang harus dijalankan.
3. Peran preskriptif merupakan ide abstrak tentang norma umum yang terdapat dalam budaya tentang peran yang diharapkan.
4. Harapan peran, yaitu harapan orang lain terhadap peran yang harus dijalankan orang lain, misalnya guru terhadap kepala sekolah, kepala sekolah terhadap guru. Jika mereka berinteraksi artinya mereka memiliki harapan peran yang saling melengkapi (bersifat komplementer).
5. Persepsi peran, merupakan persepsi yang dimiliki seseorang terhadap peran yang seharusnya dilakukan orang lain.
6. Peran manifes (nyata) dan peran laten, hal ini berasal dari kenyataan bahwa seseorang mempunyai lebih dari satu peran. Peran manifes merupakan peran yang ditunjukkan, lainnya akan menjadi peran laten.
7. Konflik peran. Hal ini dapat terjadi dan merupakan sumber dari kinerja yang tidak baik. Contoh nyata dari konflik peran yaitu dua orang tidak mampu untuk membangun hubungan yang memuaskan secara timbal balik. Hal ini bisa berasal dari banyak sebab, yang menimbulkan kebingungan antara harapan peran dan persepsi peran. Konflik peran juga dapat terjadi pada individu yang sama: harapan peran berkonflik dengan kebutuhan pribadi misalnya konflik peran pada kepala sekolah .
8. Ambiguitas peran. Hal ini dapat terjadi ketika preskripsi peran mengandung elemen yang kontradiktif atau kabur.
Sebagai contoh hal ini dapat dilihat pada perbedaan kerja antara bidang administrasi dan supervisi. Supervisor sering merasa memiliki otoritas hirarki di atas guru. Mereka terkadang harus melawan perannya saat harus melatih dan menghilangkan otoritasnya terhadap guru. Konflik peran dapat menimbulkan tekanan dan ketidakpastian, yaitu suatu ketidakkonsistenan dalam perilaku. Hal ini berdampak pada perilaku yang tidak bisa diprediksi dan tidak bisa diantisipasi terutama bila terjadi tekanan atau konflik interpersonal. Orang yang berada pada situasi ini akan menjadi tidak mampu menghadapi situasi tersebut. Menghadapi situasi yang demikian kadang dilakukan dengan penghindaran, misalnya menghindari diskusi dengan obrolan-obrolan biasa yang tidak penting.
Seting Peran (Role Set)
Dalam kelompok, posisi bawahan tidak dapat dihilangkan, namun posisi tersebut dapat digantikan oleh orang lain. Dalam seting peran terdapat pelaku dan pengamat. Seting peran tidak akan lengkap sampai orang ketiga ditambahkan, yaitu orang yang mendukung peran utama. Sebagai contoh, seting peran dapat ditambahkan misalnya komposisi yang terdiri atas 12 orang (2 atasan, 4 bawahan dan 6 kolega). Kolega berperan sebagai pengirim peran (mengkomunikasikan harapan peran). Hal ini dapat menjadi sumber konflik karena adanya ambiguitas peran.
Robert Kahn meneliti konsep operasional teori peran untuk menjelaskan dan mengatur konflik dan ambiguitas peran dan mengorelasikannya dengan sikap anggota organisasi terhadap situasi kerja. Sikap sebagai fungsi perilaku memegang peranan terhadap seting peran. Dengan demikian role set merupakan konsep penting dalam memahami seting sosial tempat individu memberikan kontribusinya. Konstruk ini dapat berguna dalam menganalisis perilaku interpersonal dalam suatu kerja organisasi, misalnya pimpinan akan konsern pada memfasilitasi penerimaan, pengembangan dan alokasi peran yang diperlukan agar kelompok dapat berfungsi dengan baik.
Jarak antara konsep peran pada individu dapat timbul dari peranan yang dijalankan dengan derajat kebebasan dalam menjalankannya.
Keseimbangan
Dalam organisasi orang ingin memuaskan kebutuhannya. Orang mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi oleh organisasi dengan perannya. Hal ini digambarkan oleh Gelzel dan Guba dalam pendekatannya mengenai model sistem sosial.
Keseimbangan antara manusia dengan organisasi perlu dijaga dalam stau bentuk status quo. Untuk menjaga hal tersebut diperlukan adannya ekualibrium
(keseimbangan) antara kebutuhan manusia sejauh itu seimbang dengan organisasi. Hubungannya akan memuaskan dan berlanjut pada level yang produktif.
Chester Barnand mendefinisikan ekuilibrium sebagai keseimbangan yang dicapai dengan kepuasan. Hasil dari keseimbangan ini akan menghasilkan keberlanjutan antara individu dan organisasi dalam hubungan yang saling menguntungkan.
Istilah efektivitas adalah terpenuhinya tujuan yang ditetapkan dengan kerja yang mendukung ketercapaiannya. Efisiensi mengacu pada kemampuan organisasi untuk menjaga keberlanjutan partisipasi individu dengan memberikan kepuasan yang memadai. Barnard mengatakan bahwa organisasi melakukan kerjasama dengan mendistribusikan hasil produktif ke individu. Hasil produktif ini bisa materi dan kepuasan sosial. Keduanya dapat diterima secara umum karena dapat memenuhi kebutuhan individu tetapi dalam proporsi yang berbeda.
Kepuasan yang dicapai bervariasi, bergantung pada pengukuran serta tindakan serta lingkungan dimana individu terlibat. Orang akan merasa puas bila mendapat materi atau uang walau kadang mereka merasa tidak aman dan tidak nyaman.
Dengan demikian perilaku organisasi tidak hanya pada level kinerja yang formal yang dapat diterima tetapi juga pada komunitas dan pada perilaku. Perilaku ini akan meluas sampai pada pakaian yang digunakan, cara berbicara dan lain-lain.
Mekanisme dua kebutuhan ini (institusi dan individu) muncul bersama dalam kerja kelompok. Interelasi dinamik yang terjadi bukan hanya berasal dari hubungan interpersonal yang alami tetapi juga dari institusi serta kebutuhan yang saling mengait dengan individu yang berpartisipasi. Pembentukan peran melalui institusi, akan berjalan seiring perkembangan iklim sistem sosial dan aspek kepribadian yang semuanya merupakan perpaduan dari interaksi yang terjadi.
Dalam sebuah organisasi, peran punya pengaruh lebih besar dalam perilaku. Sebagai contoh seseorang yang menunjukkan sindrom otoritatif yang ditampakkan pada orang lain. Sifatnya orang ini stabil, dapat dibaca dan berambisi membentuk perilaku orang lain sesuai dengan cara pandangnya. Biasanya mereka cenderung berfikir dengan dikotomi sederhana; hitam-putih (sedikit abu-abu), tipe ide konkrit (kurang sabar terhadap pemikiran abstrak/ambiguitas), mengidentifikasi diri secara kuat pada kelompok atau orang yang berpengaruh, dia merasa tidak aman dengan situasi ambigu, sulit percaya kepada orang lain.
Mary Crow dan Merl Bonney menggambarkan dampak dari sikap otoritatif jika terjadi pada seorang pemimpin di sekolah: berpakaian konservatif, menempatkan orang yang disukai dekat dengan dirinya dan mengambil jarak dengan orang yang tidak disukai, menempatkan disiplin yang ketat tetapi bersikap lunak pada pimpinan.
Pimpinan ini akan menekankan guru harus jujur, jadi warga negara yang baik, menekankan disiplin di kelas, dan bekerja keras jika ingin berhasil. Hasilnya siswa takut pada guru, guru takut pada pimpinan, pimpinan takut pada pengawas, pengawas takut pada dewan.
Dalam sejarah administrasi sekolah dapat dilihat hubungan antara tugas pengawas dan kepala sekolah. Meskipun gaji pengawas lebih banyak, orang yang berkualitas tak tertarik memasukinya dan lebih memilih mengajar di universitas. Dalam kerja sebagai pengawas terdapat kondisi seperti jam kerja yang lama dan tekanan adalah hal yang dihadapi pengawas. Selain itu tugas tersebut tidak memenuhi kebutuhan untuk pencapaian pemenuhan diri. Agar orang tertarik jadi pengawas sekolah harus menyediakan kombinasi reward material dan psikologis.
Dalam membahas dalam keseimbangan yang berasal dari sudut pandang teori sistem, tak hanya membahas antara hubungan kebutuhan individu dan organisasi, tetapi lebih luas dari itu. Dalam sistem yang terbuka, organisasi dengan sistem yang lebih luas orang akan berinteraksi aktif dengan sistem eksteranal yang terdapat pada lingkungannya.
Perubahan di lingkungan akan menstimulasi reaksi orang secara statis atau dinamis dengan tetap menjaga status qou. Keseimbangan dinamis dicirikan dengan pengaturan subsistem internal atau dengan mengubah tujuan agar sesuai dengan iklimpada lingkungan. Hal ini akan menjaga sistem siap dan mudah beradaptasi.
Homeostatis
Sistem terbuka cenderung mengatur diri agar tetap dalam keadaan seimbang (contohnya pada makhluk biologis dan manusia). Dalam sistem sekolah: sistem komunikasi yang dibangun dengan baik, proses mengambil keputusan akan membuat sekolah dapat beradaptasi dan bertindak efektif dengan adanya perubahan pada lingkungan.
Feedback
Menurut John Ptiffner & Frank Sherword, komunikasi berlangsung secara timbal balik. Jenis komunikasi yang diterima aktor dari penonton secara langsung. Kalau penonton antusias aktor juga akan antusias. Informasi mengalir dan memberi efek saling mempengaruhi.
Sistem yang tak menyediakan feedback tidak akan mengalami transmisi informasi yang akurat pada pengambil keputusan. Organisasi akan sulit untuk bereaksi secara tepat pada perubahan lingkungan (akan statis) kurang bisa melakukan koreksi diri. Proses homeostatis penting untuk menjaga lingkungan melalui upaya adaptif dengan suatu proses perubahan.
Dalam sudut pandang sistem sosial, organisasi sebagai sistem terbuka memiliki subsistem internal dan juga merupakan bagian dari suprasistem yang berinteraksi melalui melakukan pertukaran input dan output. Organisasi juga mempengaruhi lingkungan (suprasistem) dan juga dipengaruhi oleh perubahan yang ada dalam suprasistem.
Bisa saja organisasi mengabaikan hal tersebut dengan cara mengisolasi diri (jadi tertutup). Organisasi berusaha mengakomodasi perubahan lingkungan dengan mengubah cara adaptasi yang pada akhirnya organisasi dapat mengadaptasi perubahan lingkungan dengan membangun keseimbangan baru. Dalam dunia yang didominasi perubahan yang cepat dan intensif, organisasi dengan feedback yang jelek atau homeostatis yang lemah akan mengalami disorganisasi. Hal yang perlu diingat, inti yang ada pada teori sistem yaitu konsep bahwa sistem terdiri dari subsistem yang memilih interaksi yang saling tergantung serta bekerja sama dengan tujuan saling menguntungkan.
Seperti model Getzels Guba, sekolah sebagai sistem sosial yang terbuka memiliki dua subsistem yang berinteraksi, yakni sistem instruksional dan sistem manusia. Kedua hal ini dapat menjelaskan dinamika perilaku organisasi. Pada pertengahan tahun delapan puluhan, organisasi memiliki lebih dari dua subsistem dan analisis perilaku organisasi memerlukan konsep yang lebih kompleks. Pendekatan yang lebih akurat dan berguna adalah dengan mengkonseptualisasikan organisasi, misalnya sistem sekolah sebagai sistem sosio teknikal.
C. Teori Kontingensi
Teori dan riset tentang organisasi disertai dengan tendensi untuk mengamati individu, untuk mengadopsi posisi advokasi. Pihak-pihak yang lebih tertarik pada pendekatan klasik mendukung pandangan bahwa otoritas hirarki berdasar rangking adalah konsep penting dalam organisasi. Pendekatan human relations memiliki pendekatan yang berbeda dalam hal peranan dukungan, kerja kolaboratif, berpusat pada organisasi dan menekankan pola manajemen partisipatif lebih tinggi dibanding pendekatan yang lain. Teori kontingensi berupaya untuk menjaga derajat konsistensinya menemukan jalan terbaik untuk mengintegrasikan cara-cara yang paling produktif.
Dua pendekatan yang berbeda ini yaitu pendekatan klasik dan pendekatan human relation terjadi selama bertahun-tahun. Tiap pendekatan mengembangkan posisi advokasi yang kompetitif dengan hasil yang berbaur saat upaya untuk menerapkannya dalam posisi di organisasi. Tidak ada diantara ketiga pendekatan di atas menunjukkan posisi yang lebih baik dalam setiap situasi.
Pendekatan tradisional (klasik dan neoklasik) dalam sistem dan administrasi sekolah tak hanya menggunakan model hirarkis (berasal dari tradisi militer dan perusahaan besar) tetapi juga menekankan pentingnya rasio, logika dan sistem kontrol yang potensial, dimana keputusan yang diambil pada level tertinggi yang diimplementasikan sampai ke bawah sebagai konsep ideal secara keseluruhan dikarakteristikkan dengan menjaga hirarki dalam aturan sistem dan disiplin. Ingat teori McGregor konsep klasik dapat berbentuk sikap yang kaku (memaksa) dan dapat pula diterapkan sistem yang lembut untuk mencapai tugas yang melibatkan sekian banyak sub tugas. Dalam pelaksanaannya dibentuk suatu organisasi yang bertujuan untuk memberi suatu struktur. Strukturlah yang memberi organisasi aturan, sistem, karakteristik. Struktur membentuk pola otoritas dan kekolegaan dan mendefinisikan peran: top manajemen ekskutif, midle manajemen supervisor, bos dan pekerja dengan otoritas masing-masing. Struktur mendiktekan pola jaringan komunikasi sebagai dasar aliran informasi dan pengambilan keputusan dan juga sistem kerja yang berfokus pada pencapaian tugas.
Organisasi harus memiliki sumber daya teknologi atau “alat untuk bertransaksi” teknologi bukanlah benda seperti komputer mesin dan lain-lain tapi juga penemuan program prosedur yang sistematis, pengaturan aktivitas atau penemuan lain yang didesain unruk menyelesaikan problem, rencana tugas harian, jadwal pelajaran dan kurikulum lokal adalah teknologi dalam organisasi sekolah. Organisasi pasti melibatkan orang, kontribusi mereka terhadap tugas organisasi tampak dalam tindakan mereka, hal ini adalah perilaku organisasi, perilaku ini dipilih, diarahkan, dikomunikasikan dan diputuskan.
Empat faktor internal organisasi terdiri atas tugas, struktur, teknologi dan manusia bervariasi dari waktu ke waktu, organisasi satu dengan organisasi lain. Empat faktor tersebut berinteraksi terbentuk dan tercampur. Kesalingtergantungan faktor-faktor tersebut akan membuat perubahan pada satu faktor diikuti oleh adaptasi dari faktor lainnya, penentuan pentingnya kesalinghubungan dalam pengaturan internal organisasi di sekolah terutama dalam kaitannya dengan sistem yang lebih luas.
Perubahan teknologi misalnya sistem pendidikan berbasis komputer akan membawa efek, mengubah tujuan sekolah dengan mengadakan penyesuaian untuk mencapai sistem yang baru dan secara simultan. Perubahan pada teknologi misalnya mempekerjakan orang dengan kemampuan teknis akan mempengaruhi aktivitas manusia lain. Dengan kemampuan tersebut ada aktivitas yang tidak jadi penting lagi tetapi memerlukan aktivitas baru lagi. Departemen baru dan perubahan yang melibatkan pengambilan keputusan akan mengubah struktur yang ada.
Model Perencanaan Rasional
Model ini, seperti model PPBS, PERT, MBO dan ZBB diadaptasi dari perusahaan militer dan industri yang diciptakan untuk tujuan membangun dan menjaga produksi sistem dan teknologi seperti senjata dengan sistem teknologi yang kompleks, peluru balistik interkotinental, kapal selam dengan kekuatan atom, pesawat raksasa dan program eksplorasi ruang angkasa. Pendekatan ini bercirikan sistem rasional yang modern dalam konsep dan teknologi. Organisasi dikatakan mekanis ketika dasar sistem manajemen bercirikan:
1. Tugas-tugas sangat dibedakan dan terspesialisasi dengan hak spesifikasi yang tepat, tanggung jawab dan metode
2. Koordinasi dan kontrol lewat supervisi hirarkis
3. Komunikasi dengan link eksternal dikontrol oleh hirarki paling atas.
4. Garis komando yang kuat dan turun ke bawah
5. Kepemimpinan satu-satu menekankan hubungan otoritas-kepatuhan
6. Pengambilan keputusan berasal dari level tertinggi dalam hirarki
Konsep sistem mekanik dan organik secara luas dibahas dalam teori organisasi. Konsep ini membantu dalam menganalisis situasi organisasi yang spesifik tanpa membaginya dalam sistem dikotomi seperti birokrasi-humanistik atau demokratik-otoriter. Sistem organisasi mekanik dikenali dengan adanya fakta bahwa mereka menekankan pada pendekatan organisasi untuk mengatur sistem;
1. Mengukur tugas secara berkelanjutan dan tujuan melalui interaksi organisasi yang terlibat dengan perubahan fungsional dan mudah diatur pada level kerja
2. Koordinasi dan kontrol lewat interaksi pihak yang terlibat, membutuhkan pembagian tanggung jawab dan kesalingtergantungan
3. Komunikasi dengan lingkungan eksternal secara relatif ekstensif dan terbuka pada tiap level organisasi
4. Menekankan pada kesalingpercayaan, konsultasi dan berbagi info naik dan turun – lateral dan diagonal dalam organisasi – sebagai dasar dari otoritas di organisasi
5. Gaya kepemimpinan tim, menampilkan kepercayaan tingkat tinggi dan pemecahan masalah kelompok
6. Berbagi tanggung jawab secara luas untuk mengambil keputusan di setiap level organisasi
Pandangan tentang organisasi dalam pendidikan disebut John Goodlad sebagai dua pendekatan yang berjuang untuk meraih dominasi selama tahun 60an, dua pola pikir ini berjuang tetapi dimenangkan oleh pendekatan dengan sistem terbuka. Pada tahun 70an pendekatan mengarah kepada kembali ke basic.
Pendekatan kontingensi memiliki sudut pandang yang berbeda: meskipun tak ada suatu cara terbaik dalam mengatur atau memanajemen dalam setiap situasi ada desain tertentu dari struktur organisasi dan metode manajemen yang dapat dianggap sebagai paling efektif dalam situasi spesifik.
Kunci untuk memahami dan mengatasi secara efektif dalam perilaku organisasi adalah sudut pandang kontingensi karena mampu menganalisis variabel kritis pada situasi yang ada. Perilaku admnistrator yang efektif (perilaku yang meningkatkan pencapaian tujuan organisasi, memperbaiki budaya kerja dan belajar, menghadapi konflik secara produktif) tidak dikarakteristikkan dengan gaya yang universal (monotetik/idiografik) tetapi dilihat dari gaya perilaku yang terkait (kontingen) dengan situasi. Sebagai kesimpulan, ada tiga proposisi dasar yang melatarbelakangi pendekatan kontingensi dalam perilaku organisasi di sekolah:
Teori Sosioteknikal
Teori kontingensi berada diantara dua sudut pandang bahwa:
1. Pandangan bahwa ada prinsip universal dalam organisasi dan manajemen
2. Tiap organisasi unik dan tiap situasi harus dianalisis secara terpisah
Pendekatan kontingensi menunjukkan perkembangan teori yang peka yang tampaknya mampu menilai dalam menghadapi gap antara teori – praktek. Kontribusi dasar dari pemikiran kontingensi tak langsung jadi, tetapi perlu langkah untuk menjawab problem komplek dengan resep sederhana, berkisar antara menyediakan analisis dan interelasi diantara bagian-bagian yang berinteraksi dalam sistem organisasi. Satu seting kritik dalam suatu hubungan mulai dari interaksi organisasi dengan lingkungannya.
Satu dari upaya awal yang berpengaruh berasal dari Paul Lawrence dan Jay Lorsah yang memandang organisasi sebagai sistem terbuka yang mampu membedakan subsistem internal dalam merespon kontingensi dari variasi lingkungan. Organisasi yang sukses mengatasi lingkungan yang tidak pasti (lingkungan dapat relatif merubah secara tiba-tiba) cenderung untuk membedakan secara internal, mampu menjaga level integrasi yang tinggi antara sub unit. Organisasi dikarakteristikkan dengan membuat keputusan bersama, hubungan antar departemen yang jelas dan cara yang berkembang baik dalam menghadapi konflik antar unit di organisasi. Organisasi yang berfungsi di lingkungan dikarakteristikkan dengan perubahan/ketidakstabilan yang efektif, dapat memenuhi rencana, keputusan dan manajemen konflik.
Sebagaimana kondisi lingkungan berubah, organisasi perlu beradaptasi dengan struktur dan administrasi yang tepat. Teknologi dan lingkungan yang ada tetap akan menghasilkan organisasi yang mekanis, kaku dalam tugas, metode dan job description. Secara kontras, organisasi menghadapi ketidakstabilan /perubahan teknologi dan lingkungan memerlukan struktur yang relatif fleksibel dengan melakukan penekanan pada komunikasi lateral (bukan vertikal), keahlian lebih daripada kekuatan hirarkis sebagai dasar pengaruh dominan, tanggung jawab dan menekankan pada pertukaran info (bukan memberi arah).
Interaksi dengan Lingkungan Eksternal
Sistem sosial, politik dan ekonomi yang ada dalam budaya. Aspek demografi dapat mengubah hasil, menurunkan pengalihan tugas dan menaikkan prosentasi manusia di suatu populasi, mengubah sikap terhadap kebebasan individu, menekankan persamaan hak wanita, mengubah pola mobilitas sosial, ketidakpuasan terhadap sekolah, perubahan besar dalam hukum, meningkatkan resistensi pembayar pajak, organisasi guru, juga bahkan ketidakpercayaan terhadap otoritas institusi dan lain-lain, dimana sekolah harus beradaptasi.
Penyusunan bagian internal organisasi saling tergantung (kontingen) terhadap iklim yang ada di lingkungan. Perubahan di lingkungan akan membuat sistem organisasi merespon dengan perubahan pengaturan internal. Pengaturan ini dapat dipahami sebagai empat sub sistem dinamis: tugas yang harus dilakukan, struktur organisasi, perkelatan teknologi untuk membantu tugas dan manusia.
Lingkungan sosial, politik dan budaya dari distrik punya pengaruh dalam mengatur tujuan yang akan dicapai. Meskipun pendidikan memainkan peran dalam membangun tujuan prosesnya juga ditentukan oleh wilayah politik. Efektivitas tergantung kepada ketetapan dalam menerjemahkan hubungan (kontingensi) dalam situasi yang ada. Kekuatan pimpinan, kualitas hubungan dengan bawahan, kejelasan struktur tugas yang harus dilakukan, level kemampuan dan motivasi bawahan adalah sedikit dari beberapa kontingensi yang harus diketahui oleh administrator dan hal itu akan berkaitan dengan prediksi hasil variasi, hasil spesifik, dan alternatif yang ada. Dalam sudut pandang kontingensi, pimpinan efektif akan mampu untuk mengaitkan gaya kepemimpinan dengan kontingensi (kesaling terkaitan) dari situasi untuk mencapai perilaku bawahan yang akan berkontribusi dalam mencapai tujuan di sekolah. Orientasi kontingensi sangat berperan dalam mengatasi isu, motivasi, pengambilan keputusan, perubahan organisasi, budaya organisasi, dan manajemen konflik.

KESIMPULAN

Teori peran tak hanya menjelaskan hubungan idiografik – monotetik tapi juga tentang hubungan interpersonal yang luas yang ada di sekolah meskipun teori peran kurang kuat dalam menjelaskan inti dari organisasi, tapi teori ini berguna dalam meneliti hubungan organisasi dengan manusia.
Konsep sosioteknikal membantu kita untuk memahami interaksi dinamis antara struktur, tugas, teknologi dan aspek manusia dalam organisasi pendidikan. Sebagai kekuatan untuk membangkitkan dan menyampaikan pola manusia. Dalam suatu sekolah, kehidupan manusia secara mendalam dipengaruhi/diatur oleh jadwal yang mengarahkan semua atau hampir semua hal.
Fakta bahwa organisasi pendidikan merupakan sistem terbuka punya konsekuensi perilaku tambahan. Sekolah sebagai contoh adalah subjek dari dua kekuatan eksternal yang secara alami menentukan pengaturan internal sekolah. Standar profesional dan harapan yang ditujukan pada guru lewat training, asosiasi akrediting, permintaan dari kolega, kaitan antara pendidikan dan industri, aturan tahunan adalah sedikit dari pengaruh profesional yang berasal dari luar dan pengaruh perilaku yang ada di sekolah.
Kekuatan pengaruh yang kedua berasal dari pengaruh sosiokultural yang lebih luas yang pengaruhi norma yang berlaku di sekolah. Hal ini bersumber dari perbedaan yang ada pada standar tradisi komunitas, hukum, peraturan yang berlaku dan juga budaya barat secara luas.









DAFTAR PUSTAKA


Hersey, Paul dan Kenneth H. Blancard, Manajemen Perilaku Organisasi : Pendayagunaan Sumber Daya Manusia, Penerj. Agus Dharma, Edisi 4, (Jakarta: Erlangga, 1995)

Kartono, Kartini, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, Cet. XII, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008)

Rivai, Veithzal, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Edisi Kedua (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004)

Thoha, Miftah, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008)

Owens, Robert G., Organizational Behavior in Education, Third Edition (New Jersey: Prentice-Hall Inc, 1987)

Wexley, Kenneth N., dan Yukl Gary A, Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia, Cet. II, Penerj. Muh. Shobaruddin, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003)



Read More......

PERENCANAAN (PLANNING)

Oleh : Abdul Khaliq
Sebelum menjelaskan lebih jauh tentang perencanaan (planning) alangkah lebih baiknya akan dijelaskan terlebih dahulu tentang manajemen.
A. Definisi Manajemen
Di dalam menjalankan roda organisasi diperlukan adanya manajemen. Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Sedangkan Masie menyebutkan manajemen adalah menjalankan sesuatu melalui orang lain. Sejalan dengan itu menurut Marry Foker Follett yang dikutip oleh Stoner menyebutkan manajemen adalah seni untuk melaksanakan sesuatu pekerjaan melalui orang-orang.
Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.

Pengertian manajemen banyak disampaikan oleh para ahli, namun dalam materi ini hanya akan disampaikan beberapa pendapat ahli manajemen :
1. H. Koontz & O, Donnel dalam bukunya “Principles of Management” mengemukan sebagai berikut: “manajemen berhubungan dengan pencapaian sesuatu tujuan yang dilakukan melalui dan dengan orang-orang lain” (Management involves getting things done thought and with people).
2. Mary Parker Folllett mendefinisikan “manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.
3. George R. Terry dalam bukunya “Principles of Management” menyampaikan pendapatnya: “manajemen adalah suatu proses yang membeda-bedakan atas ; perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan dan pengawasan, dengan memanfaatkan baik ilmu maupun seni, agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya” (Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling, utilizing in each both science and art, and followed in order to accomplish predetermined objectives)
4. James A.F. Stoner dalam bukunya “Management” mengemukakan “manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan”
B. Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi empat, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian.
Banyak sekali ahli yang mengemukakan tentang fungsi manajemen ini. Ambil contoh misalnya George R. Terry. Dia menyebutkan bahwa fungsi manajemen terdiri dari:
1. Planning (Perencanaan)
2. Organizing (Pengorganisasian)
3. Actuating (Penggerakkan)
4. Controlling (Pengawasan).
C. Pengertian Perencanaan
Perencanaan adalah salah satu fungsi dari manajemen, yang merupakan penjabaran dari tujuan, misi dan sasaran organisasi atau lembaga dan menjadi dasar bagi proses fungsi-fungsi manajemen lainnya (organisasi).
Kadarman dan Yusuf menyatakan perencanaan adalah menentukan sasaran yang ingin dicapai, tindakan yang seharusnya dilaksanakan, bentuk organisasi yang tepat untuk mencapainya dan orang-orang yang bertanggung jawab terhadap kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan. Sedangkan Handoko menyatakan bahwa perencanaan adalah peralihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilaksanakan, kapan bagaimana dan oleh siapa, dengan memperhatikan kondisi masa yang akan datang dan kondisi saat sekarang ketika perencanaan dibuat.
Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan lembaga secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan lembaga tersebut. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen)
Planning dapat juga didefinisikan sebagai “keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang daripada hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Administrative planning meliputi segala aspek kegiatan dan meliputi seluruh unit organisasi, sedangkan managerial planning bersifat deparmental dan operasional. Administrative planning merupakan hasil pemikiran dan penentuan yang bersifat garis besar, sedangkan managerial planning bersifat lebih khusus dan terperinci (mendetail). (Sondang P. Siagian)
Apabila definisi tersebut diteliti, bahwa planning sebagai fungsi organik manajemen merupakan perumusan yang teliti daripada kebijaksanaan-kebijaksanaan mengenai berbagai aspek serta kegiatan termasuk penggunaan resources dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dirumuskan dalam suatu rencana mencakup struktur organisasi yang hendak diciptakan, pengadaan serta penggunaan tenaga kerja, sistem dan prosedur yang hendak dipergunakan serta alat-alat lainnya yang diperlukan untuk kelancaran kegiatan-kegiatan tersebut.
Melihat pengertian-pengertian yang diberikan di atas, menjadi jelas bahwa rencana adalah satu keputusan. Karena itu merupakan suatu keputusan maka kegunaannya baru akan terlihat setelah dilaksanakan. Rencana an sich belum berarti banyak meskipun berhasil dibuatnya suatu rencana yang baik sudah merupakan bagian penting dari proses administrasi dan manajemen sebagai keseluruhan.
Jadi perencanaan merupakan usaha rasional yang dilakukan manajer dalam menetapkan arah masa depan organisasi sembari membuat berbagai kebijakan serta strategi yang konstruktif dalam mencapai tujuan akhir organisasi.
D. Tujuan Perencanaan
Stephen Robbins dan Mary Coulter mengemukakan empat tujuan perencanaan sebagai berikut:
1. Tujuan pertama adalah untuk memberikan pengarahan baik untuk manajer maupun bawahan non manajerial. Dengan rencana, bawahan dapat mengetahui apa yang harus mereka capai, dengan siapa mereka harus bekerja sama, dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Tanpa rencana, departemen dan individual mungkin akan bekerja sendiri-sendiri secara serampangan, sehingga kerja organisasi kurang efesien.
2. Tujuan kedua adalah untuk mengurangi ketidakpastian. Ketika seorang manajer membuat rencana, ia dipaksa untuk melihat jauh ke depan, meramalkan perubahan, memperkirakan efek dari perubahan tersebut, dan menyusun rencana untuk menghadapinya.
3. Tujuan ketiga adalah untuk meminimalisir pemborosan. Dengan kerja yang terarah dan terencana, bawahan dapat bekerja lebih efesien dan mengurangi pemborosan. Selain itu, dengan rencana, seorang manajer juga dapat mengidentifikasi dan menghapus hal-hal yang dapat menimbulkan inefesiensi dalam perusahaan.
4. Tujuan yang terakhir adalah untuk menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam fungsi selanjutnya, yaitu proses pengontrolan dan pengevalusasian. Proses pengevaluasian atau evaluating adalah proses membandingkan rencana dengan kenyataan yang ada. Tanpa adanya rencana, manajer tidak akan dapat menilai kinerja perusahaan. (F. Delmar and S. Shane)
E. Macam-Macam Perencanaan
Suatu perencanaan dapat dilihat dari 4 sudut pandangan, yaitu: Tingkatan manajemen, Jangka waktu, Daerah berlakunya, Materi perencanaan.
Dari sudut tingkatan manajemen, kita mengenal: Perencanaan Kebijaksanaan Dasar (Policy Planning atau Administrative Planning), adalah perencanaan yang memuat tentang garis besar kebijaksanaan (policy) dari seluruh kegiatan organisasi. Perencanaan kebijaksanaan dasar ini dibuat oleh pimpinan pada tingkatan top management atau manajemen puncak.
Perencanaan Program (Program Planning atau Managerial Planning), adalah perencanaan untuk menterjemahkan kebijaksanaan dasar tersebut di atas ke dalam program-program untuk dilaksanakan. Perencanaan program disusun oleh pimpinan atau manajemen menengah. Sedangkan perencanaan operasional (Operational Planning), adalah perencanaan pada tingkat terakhir yang dibuat oleh pimpinan tingkat rendah atau tingkat pertama untuk melaksanakan program kerja di lapangan.
Selanjutnya dari sudut masa berlakunya sebuah rencana, atau berdasarkan tahapannya, kita mengenal: Perencanaan jangka pendek, yang biasanya berlaku dalam satu, dua, tiga, empat, dan lima tahun.
Perencanaan jangka panjang, yang biasanya dibuat untuk jangka waktu 10 tahun atau lebih. Perencanaan tahunan, yang dibuat untuk satu tahun dan merupakan program pelaksanaan dari pada perencanaan jangka pendek.
Sedangkan berdasarkan daerah berlakunya, kita mengenal perencanaan yang dibuat secara internasional (antar bangsa), nasional (di dalam sebuah negara), regional (antar wilayah), dan lokal (daerah). Di dalam tata pemerintahan di Indonesia, kita mengenal urutan sebagai berikut: nasional (pusat), propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan, dan sebagainya.
Berdasarkan materi perencanaan, kita mengenal bidang-bidang seperti: perencanaan keamanan dan ketertiban, pendidikan, industri, kebudayaan, perdagangan, keuangan, tata kota, dan sebagainya. Yang juga termasuk di dalam pembuatan rencana, tetapi adakalanya dipisahkan tersendiri adalah masalah-masalah penyusunan budget (biaya), standar, dan program atau acara kerja.
Sehingga secara lebih luas lagi sesungguhnya perencanaan dapat dirumuskan sebagai penetapan tujuan, kebijaksanaan dasar, prosedur, budget, standar, dan program dari suatu organisasi. Adapun kegiatannya meliputi: menetapkan peraturan-peraturan dan pedoman-pedoman pelaksanaan tugas, menetapkan biaya dan pemasukan yang diharapkan serta rangkaian tindakan yang akan dilakukan di masa depan.
F. Ciri-Ciri Perencanaan
Agar rencana yang dibuat dapat mencapai hasil yang maksimal, maka harus mengetahui terlebih dahulu berbagai ciri sebagai berikut:
1. Rencana harus mempermudah tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
2. Rencana harus dibuat oleh orang-orang yang sungguh-sungguh memahami tujuan organisasi.
3. Rencana harus dibuat oleh orang-orang yang sungguh-sungguh mendalami teknik-teknik perencanaan.
4. Rencana harus disertai oleh suatu perincian yang teliti. Artinya rencana harus diikuti oleh “Programming” dimana secara terperinci dan mendetail.
5. Rencana tidak boleh terlepas sama sekali dari pemikiran pelaksanaan.
6. Rencana harus bersifat sederhana, sederhana disini berarti bahwa susunan rencana itu harus sistematis, prioritas jelas terlihat, bahasa yang dipergunakan mudah dipahami, semua kegiatan pokok yang akan dilaksanakan sudah tercakup.
7. Rencana harus luwes. Meskipun pola dasar rencana harus bersipat permanen dan tidak berubah akan tetapi tergantung atas keadaan yang dihadapi harus terdapat kemungkinan perubahan-perubahan atau penyesuaian-penyesuaian.
8. Didalam rencana terdapat tempat pengambilan resiko.
9. Rencana harus bersipat praktis (Pragmatis). Artinya suatu rencana harus dapat dicapai (attainable) dengan memperhitungkan tujuan, faktor lingkungan dan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin timbul dimasa depan
10. Rencana harus merupakan “foracasting”. Mengingat bahwa rencana akan dilaksanakan dimasa yang akan datang, maka rencana itu harus merupakan peramalan atas keadaan yang mungkin dihadapi.
G. Kegiatan Perencanaan
T. Hani Handoko dalam buku Manajemen menuliskan ada dua kegiatan yang mutlak dilakukan seorang manajer dalam perencanaan (planning) yakni: “Pemilihan atau penetapan tujuan-tujuan organisasi dan penentuan strategis, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan”. (T. Hani Handoko)
Sedangakan pendekatan yang sering dipakai dalam membuat perencanaan yang baik adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan-pertanyaan penting. Pertanyaan itu sering disebut dengan istilah “5 W + 1 H”, sebagaimana yang ditulis oleh George R. Terry dalam buku Prinsip-prinsip Manajemen yakni: “Mengapa (Why), Apa (What), Dimana (Where), Kapan (When), Siapa (Who) dan Bagaimana (How)”. (George R. Terry)
Keenam pertanyaan di atas harus dijawab dan dimasukkan dalam perencanaan yang ditulis secara global. Daftar urutan pertanyaan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Mengapa (Why), hal ini terkait dengan signifikansi/perlunya suatu kegiatan akan dilaksanakan yang berupa argumentasi.
2) Apa (What), menunjukkan akan jenis atau macam kegiatan yang akan diselenggarakan nantinya.
3) Dimana (Where), berkaitan dengan persoalan lokasi atau tempat dimana suatu kegiatan akan dilaksanakan.
4) Kapan (When), dalam setiap perencanaan juga harus memperhatikan akan waktu pelaksanaan, dari permulaan hingga akhir berakhirnya suatu agenda diselenggarakan. Dalam hal ini perlu disusun dalam sebuah jadwal yang spesifik.
5) Siapa (Who), yang akan mengerjakan. Ini semua harus jelas dalam rangka memudahkan untuk menentukan bidang keahlian (skill) apa saja yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas kegiatan tersebut agar berhasil sukses.
6) Bagaimana (How), pertanyaan ini berkaitan erat dengan cara melaksanakan seluruh rencana yang telah disusun sebelumnya. Ini merupakan kunci utama dalam rangka mencapai kesuksesan/keberhasilan suatu rencana.
Dengan terjawabnya seluruh persoalan di atas, maka telah tersusun pula konsep perencanaan yang bersifat idealistik. Tetapi disisi lain manajer juga harus menyadari akan segala keterbatasan yang dimiliki, sebab semua orang tidak ada yang sempurna. Maka seluruh perencanaan tersebut haruslah didasari cara berfikir yang realistik dan pragmatik dalam rangka mencapai hasil yang ideal.
Dalam rangka memadukan kedua paradigma berfikir di atas, maka dalam membuat sebuah perencanaan haruslah dilakukan penelitian terlebih dahulu. Penelitian dimaksudkan dalam rangka mengetahui secara lebih mendalam tentang seluruh potensi dan sumber daya yang dimiliki dalam rangka melaksanakan suatu kegiatan. Sehingga dengan demikian seluruh rencana yang dibuat betul-betul disusun berdasarkan realita dan pertimbangan yang matang bukan atas impian dan khayalan belaka.
H. Elemen Perencanaan
Perencanaan terdiri dari dua elemen penting, yaitu sasaran (goals) dan rencana itu sendiri (plan). Sasaran adalah hal yang ingin dicapai oleh individu, grup, atau seluruh organisasi. Sasaran sering pula disebut tujuan. Sasaran memandu manajemen membuat keputusan dan membuat kriteria untuk mengukur suatu pekerjaan. Rencana atau plan adalah dokumen yang digunakan sebagai skema untuk mencapai tujuan. Rencana biasanya mencakup alokasi sumber daya, jadwal, dan tindakan-tindakan penting lainnya. (R. Molz)
Rencana dapat berupa rencana informal atau rencana formal. Rencana informal adalah rencana yang tidak tertulis dan bukan merupakan tujuan bersama anggota suatu organisasi. Sedangkan rencana formal adalah rencana tertulis yang harus dilaksanakan suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu. Rencana formal merupakan rencana bersama anggota korporasi, artinya, setiap anggota harus mengetahui dan menjalankan rencana itu. Rencana formal dibuat untuk mengurangi ambiguitas dan menciptakan kesepahaman tentang apa yang harus dilakukan.
I. Sasaran Perencanaan
Sasaran dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sasaran yang dinyatakan (stated goals) dan sasaran riil. Stated goals adalah sasaran yang dinyatakan organisasi kepada masyarakat luas. Sasaran seperti ini dapat dilihat di piagam perusahaan, laporan tahunan, pengumuman humas, atau pernyataan publik yang dibuat oleh manajemen. Seringkali stated goals ini bertentangan dengan kenyataan yang ada dan dibuat hanya untuk memenuhi tuntutan stakeholder lembaga. Sedangkan sasaran riil adalah sasaran yang benar-benar dinginkan oleh lembaga. Sasaran riil hanya dapat diketahui dari tindakan-tindakan organisasi beserta anggotanya.
J. Pedoman Perencanaan
Karena sebuah rencana dibuat untuk kemudian dilaksanakan, maka penyusunannya harus mengingat beberapa patokan atau pedoman utama, yakni: Kemampuan, Kondisi dan situasi, Tanggung jawab, dan Kerjasama.
Perencanaan harus disesuaikan dengan kemampuan yang ada: sumber-sumber yang tersedia, kamampuan tenaga pelaksana, sumber keuangan, bahan-bahan yang dimiliki, dan sebagainya. Sebuah rencana yang dibuat tanpa mengingat kemampuan untuk mencapainya, maka mudah kandas di tengah jalan.
Kondisi dan situasi masyarakat di mana sebuah usaha akan dilakukan perlu juga menjadi pertimbangan. Termasuk dalam hal ini adalah kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya. Misalnya kemampuan daya beli masyarakat dan kesenangan terhadap barang yang akan diproduksi.
Perlu pula dipertimbangkan besar kecilnya tanggung jawab yang akan dipikul oleh masing-masing petugas, baik terhadap organisasi maupun terhadap masyarakat (tanggung jawab sosial). Apakah usaha tidak akan mengganggu kenyamanan masyarakat dan lingkungan.
Yang juga harus dipertimbangkan adalah gambaran akan mudah tidaknya terjadi kerjasama yang baik antara orang-orang yang menduduki bagian-bagian organisasi yang akan dijalankan.
K. Hubungan Perencanaan dengan Research
Seperti telah dikatakan di muka, perencanaan adalah proses pemikiran yang matang serta penentuan daripada kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di masa yang akan datang. Telah dikatakan pula bahwa pada hakikatnya, rencana adalah suatu keputusan. Jika demikian halnya, maka proses perencanaan itu hanya mungkin dijalankan dengan baik apabila administrasi dan manajemen sebelum melaksanakan fungi perencanaan itu mengumpulkan data-data dan fakta-fakta selengkap mungkin. Data-data yang dikumpulkan perlu dianalisa dan dihubungkan dengan situasi yang dihadapi dan mungkin akan dihadapi di masa depan, baik situasi politik, sosial, keamanan maupun, terutama yang bersifat ekonomi.
Dengan perkataan lain, sebelum administrasi dan manajemen membuat rencana, sebagai fungsi organik daripadanya, terlebih dahulu diperlukan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendahuluan yang bersifat research. Pentingnya pelaksanaan research sebagai pendahuluan dari proses perencanaan tidak hanya terbatas pada pengumpulan data-data dan fakta-fakta. Yang lebih penting lagi ialah bahwa dengan mengadakan research secara langsung berbagai tingkat organisasi sejak semula diikutsertakan dalam proses planning itu. Jika hal ini terjadi, maka di dalam pelaksanaan rencana yang dibuat, rasa tanggung jawab para pelaksana yang berada pada tingkat operasional akan menjadi bertambah besar, karena mereka akan merasa bahwa rencana itu adalah rencana mereka sendiri. Hal ini akan menjadi pelaksanaan yang lebih baik. Perencanaan yang tidak didahului oleh research besar kemungkinan hanya akan merupakan keputusan yang oleh orang banyak dikatakan sebagai suatu rencana “yang hanya baik di atas kertas”. Dalam pengertian yang sebesar-besarnya, tidak ada rencana yang baik, kalau hanya baik di atas kertas, karena rencana yang demikian tidak memenuhi persyaratan suatu rencana yang baik.
KESIMPULAN
Perencanaan merupakan usaha rasional yang dilakukan manajer dalam menetapkan arah masa depan organisasi sembari membuat berbagai kebijakan serta strategi yang konstruktif dalam mencapai tujuan akhir organisasi.
Tujuan Perencanaan adalah untuk memberikan pengarahan baik untuk manajer maupun bawahan non manajerial, mengurangi ketidakpastian, meminimalisir pemborosan; serta untuk menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam fungsi selanjutnya, yaitu proses pengontrolan dan pengevalusasian.
Suatu perencanaan dapat dilihat dari 4 sudut pandangan, yaitu: Tingkatan manajemen, Jangka waktu, Daerah berlakunya, Materi perencanaan.
Ciri-Ciri Perencanaan haruslah; mempermudah tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, dibuat oleh orang-orang yang sungguh-sungguh memahami tujuan organisasi, dibuat oleh orang-orang yang sungguh-sungguh mendalami teknik-teknik perencanaan, disertai oleh suatu perincian yang teliti, tidak boleh terlepas sama sekali dari pemikiran pelaksanaan, bersifat sederhana, luwes, bersipat praktis (Pragmatis).
Kegiatan perencanaan meliputi “5 W + 1 H”, yakni: “Mengapa (Why), Apa (What), Dimana (Where), Kapan (When), Siapa (Who) dan Bagaimana (How)”.

DAFTAR PUSTAKA
Fayol, Henri, General and Industrial Management, (Isaac Pitman and Sons, 1986)

F. Delmar dan S. Shane, “Does Business Planning Facilitate the Development of New Ventures” Strategic Management Journal, December 2003.

Handoko, T. Hani, Manajemen, Edisi 2, (Yogyakarta: PT. BPFE, 2000)

_______, Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, (Yogyakarta: PT. BPFE, 1999)

http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen, diakses tanggal 8 April 2008

http://organisasi.org/fungsi_manajemen_perencanaan_pengorganisasian_pengarahan_pengendalian_belajar_di_internet_ilmu_teori_ekonomi_manajemen,diakses tanggal 8 April 2008

http://studyinaustralia.gov.au/Sia/id/WhyAustralia/AQF.htm, diakses tanggal 8 April 2008

http://www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=11&fname=eko206_07.htm,diakses tanggal 8 April 2008

http://www.feunpak.web.id/jima/wony.txt, diakses tanggal 8 April 2008

http://id.wikipedia.org/wiki/Perencanaan_(manajemen), diakses tanggal 8 April 2008

http://www.isi-ska.ac.id/elearning/etno/pertemuan5/materi5.html, diakses tanggal 8 April 2008

James. AF Stoner, Management, Edisi II, (New York: Prentice Hall International, Inc. Englewood Cliffs, 1988)

Kadarwan, AM dan Yusuf Udayana, Pengantar Manajemen, (Jakarta: Penerbit APTIK dan Gramedia Pustaka Utama, 1999)

Koont, H. C. O Donnel, Principle of Management, (New York: Mc Graw Hill Book Company, 1986)

Masie J.I., Manajemen. (Jakarta: Penerbit Intermedia, 1999)

R. Molz. “How Leaders Use Goals.” Long Range Planning. Oktober 1987

Siagian, Sondang P., Filsafat Administrasi, (Jakarta: Gunung Agung, 2000)

Taylor, F. W., The Principle of Scientific Management, ( Harper and Bros, 1987)

Terry, George R., Prinsip-prinsip Manajemen, diterjemahkan oleh J. Smith D.F.M, (Jakarta : Bumi Aksara, 1999)



Read More......