Selasa, 16 Juni 2009

BEBERAPA SISTEM PELAKSANAAN PROGRAM SUPERVISI

Supervisi pengajaran dipandang sebagai sesuatu yang berorientasi perubahan dan berfokus pada serangkaian tugas. Pandangan ini bertujuan untuk mengefektifkan upaya yang dilakukan, namun masih meninggalkan berbagai problem dalam pengorganisasian, pengaturan staf, penentuan tujuan mendesain dan mengimplementasikan program. Bab ini menekankan pada cara-cara pengonsepsian pengorganisasian untuk mengoptimalkan upaya dalam memperbaiki pengajaran.

Asumsi-asumsi tertentu dibuat terkait dengan proses perubahan dalam organisasi sekolah. Diasumsikan bahwa (1) tugas penting supervisi terletak pada pengembangan kurikulum, bahan, penataan staf, pendidikan prajabatan dan pengevaluasian, (2) tugas tersebut harus dianggap sebagai berbeda antara satu dengan yang lainnya dan harus dapat diselesaikan dengan cara yang sistematis dan cara yang saling berkaitan, dan (3) terencana, perubahan sistematis merupakan hal yang kompleks rangkaian proses yang sulit yang secara substansial berbeda dengan rutinitas yang berlangsung dalam pengajaran dan pembelajaran.MODEL SISTEM

Pelaksanaan kegiatan supervisi pengajaran yang matang dapat dipahami sebagai keseluruhan jika kita dapat menangkap konsep perilaku dan organisasi dan kaitan dua hal tersebut dengan perbaikan pengajaran. Kita memerlukan metode dengan sudut pandang yang sistematis dan menuntut penggunaan model konseptual. Ada beberapa model yang dapat memberi petunjuk dalam mendesain program supervisi yang komprehensif. Model klinis yang ditawarkan Cogan (1973), Snyder (1981), Boyan dan Copeland (1978) dan yang lainnya terbatas pada strategi pelatihan yang spesifik. Teori-teori tersebut gagal memberi perhatian pada berbagai hal yang esensial atau pada strategi pelatihan alternatif. Pada dasarnya model-model tersebut hanya diciptakan untuk hal-hal yang telah biasa dilakukan berkaitan dengan tugas-tugas seorang supervisor (Sullivan, 1982). Model yang komprehensif dalam upaya perbaikan sekolah yang menekankan pada perbaikan dan pengajaran merupakan hal yang esensial, yang akan membuat perubahan yang cepat. Dan kematangan tenaga di bidang pendidikan. Tanpa sudut pandang yang komprehensif, kemampuan pendidik untuk menyesuaikan diri seiring dengan jalannya waktu akan terbatas.

Sudut Pandang Sistem

Sistem operasi merupakan “organisme sintetis” yang terdiri atas komponen yang saling terkait dan saling mendukung yang akan menghasilkan sesuatu yang spesifik (Banathy, 1968, 1973). Operasi dapat dipandang dan dianalisis dengan menggunakan model yang dibentuk dari konsep sistem yang ada pada organisasi itu sendiri. Konsep dasar dalam sudut pandang organisasi meliputi input, proses dan produk. Sudut pandang ini menganalisis suatu operasi sebagai suatu kesatuan tanpa mengisolasikannya dari kejadian-kejadian yang berhubungan dengan konteks yang lebih luas, yang akan memberikan peran yang sangat besar.

Konsep sistem ini diambil dari dunia industri. Konsep ini berwujud model mekanis yang berbeda dalam hal pendekatan bila dibandingkan dengan pendekatan astronomi, psikiatri, atau pendekatan komunikasi, yang sebenarnya juga berperan besar dalam suatu kondisi tertentu.

Gambaran Mengenai Konsep Sistem

Agar konsep sistem lebih dapat dipahami, perlu diberikan suatu gambaran khusus. Misalnya, kita menghadapi problem berkaitan dengan upaya perbaikan belajar dengan menggunakan pendekatan pengajaran perindividu. Diasumsikan bahwa evaluasi terhadap pendekatan ini dapat memberikan definisi yang jelas mengenai masalah yang ada, kita dapat mulai berpikir mengenai rencana untuk menghadapi problem ini dengan analisis sistem sebagai berikut:

INPUT APA YANG DIPERLUKAN UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH?

1. Tujuan diungkapkan dengan jelas dan spesifik dalam suatu istilah yang memuat jenis dan seberapa banyak pembelajaran individual yang akan dilakukan.

2. Orang diidentifikasi secara jelas termasuk apakah diperlukan asisten

3. Personel diidentifikasi secara jelas untuk mengantisipasi perlunya tugas-tugas supervisi dilibatkan

4. Waktu yang dialokasikan untuk mengantisipasi perlunya melibatkan orang-orang (klien atau orang lain)

5. Alokasi bahan-bahan untuk mengantisipasi proses yang akan berlangsung

PROSES-PROSES APA YANG DIPERLUKAN?

1. Pengalaman training yang diperlukan untuk mengembangkan keterampilan, untuk memahami dan menerima tujuan-tujuan pembelajaran yang spesifik.

2. Realokasi atau penjadualan ulang terkait dengan intervensi berupa pemberian training

3. Memroduksi, mendistribusikan atau membeli bahan-bahan yang diperlukan untuk memasilitasi aplikasi dari suatu pengetahuan baru.

PRODUK APA YANG DIANTISIPASI?

1. Meningkatnya frekuensi penggunaan praktik atau latihan tertentu dalam tujuan pembelajaran

2. Meningkatnya kualitas penggunaan praktik atau latihan tertentu

3. Meningkatnya variasi penggunaan praktik atau latihan tertentu

Model yang lebih elaboratif memerlukan suatu pengukuran dalam produk, dibandingkan dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, agar dapat dilakukan evaluasi terhadap efektivitas sistem. Sebenarnya, pelaksanaan pendekatan sistem ini dapat direncanakan dan diimplementasikan tanpa komponen evaluasi. Hal ini dikarenakan ketika sistem ini dijalankan, keberhasilannya dapat ditentukan secara objektif hanya dengan suatu pengukuran dan proses analisis. Konsep sistem ini dapat menjadi panduan tidak hanya dalam perencanaan dan implementasi tetapi juga sebagai sarana evaluasi.

Problem yang dideskripsikan di atas, tentu saja dapat dipandang melalui beberapa model yang berbeda. Singkatnya, model teori hirarki kebutuhan oleh Maslow dapat mengidentifikasi kebutuhan, menganalisis pemuas kebutuhan yang potensial pada individu yang berbeda, untuk kemudian melakukan proses untuk menyusun pengadopsian yang mudah mengenai hal tersebut. Pengadopsian konsep tersebut berkaitan dengan kesadaran dan kesempatan untuk memotivasi perubahan yang didasarkan atas aktualisasi diri pada seorang individu. Kenyataannya, model ini juga dapat berguna. Adopsi konsep ini oleh supervisor, menimbulkan problem berkaitan dengan rencana pelaksanaan kegiatan yang agak berbeda. Asesmen kebutuhan pada tiap individu harus dilakukan terlebih dahulu. Pengaturan mengenai apa yang mesti dilakukan oleh tiap individu serta potensi yang mereka miliki berkaitan dengan kebutuhan mereka harus menjadi bagian dari perencanaan. Evaluasi atas hasil yang didapatkan akan sulit karena kriteria sukses akan sangat bersifat individual.

Snyder (1981, p. 39) menggunakan sistem model yang disederhanakan untuk menggambarkan supervisi klinis dalam konteks yang lebih luas terkait dengan program perbaikan pengajaran. Prosedur klinis merupakan inti dari sistem operasi, unjuk kerja sebagai hasil output menunjukkan produk dari sistem tersebut.

Flowchart dari Analisis dan Perencanaan dalam Model Sistem

Konsep dasar dari “sistem” sebagai konsep dalam memandang teknik operasionaliasi, telah membawa pada pengembangan dalam menyampaikan rencana-rencana pengorganisasian atau cara-cara dalam menganalisis suatu hal yang sedang berlangsung. Banathy (1968, p. 83) ialah salah seorang yang mengembangkan model ini dalam rangka membuat pedoman berkaitan dengan perencanaan sistem pengajaran. Proyek pengembangan kurikulum juga telah berpedoman pada flowcharts (Feyereisen et. Al., 1970, p. 134) yang tidak hanya menunjukkan langkah-langkah dari identifikasi masalah dan mendiagnosisnya melalui tindakan, adopsi dan evaluasi; melainkan juga sejumlah alternatif detil dan poin-poin keputusan di tiap langkah yang ada. Flowchart ini, ketika didasarkan atas model sistem dasar, menjadi agak mendetil, menunjukkan sekuensi dan interrelasi diantara kelas-kelas peristiwa yang bervariasi. Juga, pendekatan ini menyediakan petunjuk dalam langkah perencanaan yang lebih spesifik.

Problem mengenai pengajaran terindividualisasi di atas, dapat dianalisis dalam detil yang lebih luas dalam situasi operasional yang aktual dengan menggunakan teknik yang diadaptasi dari Feyereisen dan Rekan (1970).

Penggunaan flowchart sebagai petunjuk evaluasi dan prosedur pendidikan magang/prajabatan telah dipergunakan sebagai Developmental Teacher Evaluation Kit (Alat Evaluasi Pengembangan Guru) oleh Harris dan Hill (1982). Dalam flowchart dengan model ini, ditunjukkan kesinambungan siklus dari pencarian data, analisis, pengambilan keputusan dan aktivitas perencanaan. Meskipun model ini lebih kompleks dari pada semua model klinis, model ini tidak dapat memberikan informasi sekaligus panduan pelaksanaan dalam kinerja perbaikan pengajaran.

Diagram kompleks yang ada pada gambar 3.4 bukan hanya sekedar sekuensi sederhana dari input à proses à produk, tetapi, ketiga komponen ini beroperasi secara bertahap. Pengambilan data pada langkah 1 dan 2 merupakan input dalam sistem DeTEK. Pada langkah ketiga, proses meliputi penganalisisan input data, pada saat ini juga diambil suatu keputusan yang kemudian menjadi suatu produk. Berikutnya, keputusan pada tahap 3 (produk) menjadi input bagi langkah kedelapan.

SISTEM UNTUK PERKEMBANGAN TUGAS-TUGAS SUPERVISI

Tugas-tugas perkembangan, evaluasi dan pendidikan prajabatan, berbarengan dengan pengembangan kurikulum, pengembangan materi dan penyusunan staf pekerja memiliki potensi yang sangat tinggi dalam menstimulasi dan mengarahkan perubahan dalam pengajaran. Tugas-tugas ini berorientasi pada adanya kesalingterkaitan antar elemennya. Misalnya, tugas lain supervisi, yaitu relasi publik dapat bersifat sangat dinamis. Berdasarkan beberapa alasan, hanya lima tugas yang dimasukkan pada sudut pandang sistem dalam suatu program supervisi. Tujuannya ialah untuk menyediakan model konseptual yang menunjukkan komponen esensial dan kesalinghubungan yang ada sebagai suatu program supervisi pengajaran yang dinamis.

Operasi dan Pengembangan Sistem yang Dikenal

Sistem operasi sekolah atau unit organisasi yang lain terdiri atas input-input yang diperlukan dalam dalam kegiatan rutinnya, proses yang didominasi oleh praktik guru atau pengaturan organisasi yang telah ada, dan produk dalam berbagai jenis—idealnya, pengetahuan dan keterampilan dasar dan lainnya yang tidak terlalu jelas terspesifikasi. Ada beberapa kurang lebih pada komponen standar yang ada pada sekolah. Ada banyak variasi secara detil dari sekolah-sekolah, atau dari kota ke kota tetapi memiliki banyak persamaan dalam jenisnya. Input hampir selalu terdiri atas siswa, bahan, ruang kelas, guru, jadual, tujuan pengajaran dan pembelajaran, baik umum maupun spesifik. Proses, juga hampir tampak rutin dan dapat diprediksi, meliputi pengajaran, membaca, mengutip, menulis, mengontruksi ulang, mendengar, berbicara, mengamati dan seterusnya. Output atau produk hampir mirip, setidaknya ketika siswa sebagai murid juga memiliki kesamaan.

Sistem operasi dasar ini dipertahankan untuk mendukung subsistem untuk transportasi, pemeliharaan bangunan, pembelian, membayar kewajiban-kewajiban, mengontrol gangguan, berkomunikasi antar dan dengan pihak diluar sistem, dan seterusnya. Ada pula subsistem tambahan yang berkaitan hanya secara tidak langsung atau tidak sama sekali terhadap sistem operasionalisasi utama. Hal yang dimaksud meliputi sistem dengan tujuan tertentu seperti atletik, rekreasi, menjaga bayi dan pencegahan tindak kejahatan (Harris et. Al., 1979).

Hal yang sangat luas seperti personalia, dana dan waktu dialokasikan pada sistem ini yang semuanya secara esensial memiliki peranan. Ketiganya, diharapkan untuk dapat menghasilkan pelayanan secara langsung dengan berbasis pada kegiatan yang rutin. Secara kontras, sistem pengembangan juga ada, dan berfokus dalam pemberian layanan tidak langsung sebagai suatu output.

Aktivitas pengembangan diarahkan pada upaya membuat perubahan pada berbagai komponen dari sistem operasional, bahkan suatu perubahan yang akan berdampak fundamental bagi perubahan sistem. Aktivitas pengembangan ini, sebagian ataupun keseluruhan akan selalu berjalan beriringan dengan sistem-sistem yang lain, yang akan sulit untuk diidentifikasi sebagai subsistem-subsistem yang berbeda. Faktanya, sistem yang ada dapat saja tidak eksis pada situasi di sekolah. Hal ini dikarenakan adanya ketidakstabilan atau bentuk dari Hukum Perencanaan Gresham, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya.

Model konseptual dari program supervisi pengajaran yang dinamis, tidak merefleksikan kebiasaan praktik terkait dengan alasan yang telah disebutkan di atas. Model ini menyajikan sistem untuk mendesain, menyusun staf dan mengimplementasikan perubahan dalam supervisi pengajaran. Perbedaan yang tajam dalam program supervisi terdapat pada sistem pelaksanaan pengajaran dan subsistem pengembangan pengajaran. Diasumsikan bahwa keduanya harus saling berkaitan erat tetapi secara fungsional berlainan dan dapat pula dibedakan. Antara keduanya. Drucker (1980) menyarankan bahwa “mereka membangun suatu inovasi sebagai urusan tertentu yang utama”. Spady (1982) mengingatkan mengenai “ilusi perbaikan di sekolah”, dan menyarankan bahwa perubahan-perubahan kecil memang diperlukan tetapi masih belum mencukupi. Spady memiliki berargumen mengenai usaha-usaha perbaikan yang lebih imajinatif dan memiliki daya jangkau yang lebih luas daripada sistem lain yang telah banyak dipergunakan.

Sistem Pengembangan Pengajaran

Lima area tugas utama menjelaskan mengenai definisi dan tujuan dari ciri-ciri operasional yang terdapat pada beberapa subsistem pengembangan pengajaran. Subsistem evaluasi berkaitan dengan asesmen terhadap produk, proses dan input dari sistem operasional. Interpretasi dan kesimpulan didapatkan dari analisis data dengan cara mengevaluasi subsistem-subsistem sebagai dasar dari pengambilan keputusan pada level kebijakan atau administratif, sebagai hal yang dibutuhkan yaitu melakukan perubahan sistem operasional kearah yang lebih baik. Keputusan-keputusan tersebut, ketika berorientasi pada perubahan, menyaratkan penyusunan staf, pendidikan prajabatan dan aktivitas pengembangan bahan dan kurikulum yang ditujukan pada pengubahan sistem operasional sesuai dengan arah yang tepat.

Subsistem evaluasi (I) terpisah dari subsistem lainnya. Hal ini memang disengaja namun dapat disalahartikan. Pemisahan subsistem evaluasi dalam skema ini bertujuan untuk menekankan dan bukan membedakan, mengkhususkan, kompleks, dan mensyaratkan aktivitas yang diperlukan dengan tujuan keefektivitasan evaluasi pengajaran. Feedback tersedia melalui evaluasi yang didasarkan pada revisi kebijakan atau peraturan. Kebijakan dan keputusan ini dapat memacu upaya-upaya evaluasi baru dan perubahan dalam pelaksanaan program pengajaran, dan juga memacu pengembangan kurikulum, pengembangan bahan pelajaran penyusunan staf dan aktivitas prajabatan. Evaluasi melibatkan pengorganisasian, yaitu cara sistematis dalam memperoleh data, terkait dengan elemen kritis yang dipilih yang ada pada sistem operasional dan menganalisis data tersebut sebagai bahan untuk mengambil keputusan mengenai efektivitas sistem yang ada. Laporan (dalam berbagai bentuk) mengomunikasikan informasi berkaitan dengan analisis dan interpretasi mengenai sistem yang dibutuhkan.

Penyusunan staf dan pendidikan prajabatan (III) dijadikan satu walaupun kedua fungsi tersebut secara umum tidak dekat dalam praktiknya. Ketika laporan evaluasi menunjukkan adanya masalah personel yang dibedakan dari materi, tujuan pengajaran dan desain program, berbagai tindakan dapat dijelaskan. Ketidakcukupan jumlah staf memerlukan aktivitas rekrutmen dan seleksi. Ketidaksesuaian staf dapat berakibat pada pengubahan berbagai aktivitas. Adanya komplikasi ini memerlukan suatu kompetensi khusus demi menyelamatkan yaitu dengan cara mengombinasikan rekrutmen, seleksi dan pengubahan atau penghilangan aktivitas dan pemecatan atau pensiun dini dapat juga terjadi. Aktivitas training juga dapat dilakukan jika problem yang ada dapat diatasi dengan pengubahan perilaku anggota staf. Penyatuan staffing dan tugas pendidikan prajabatan ke dalam subsistem yang sama mengimplikasikan perubahan nyata yang signifikan dalam personalia untuk perbaikan pengajaran seringkali melibatkan proses rekrutmen, seleksi, penugasan, penugasan ulang dan training dalam berbagai model.

Subsistem pengembangan kurikulum dan materi (III) ditunjukkan sebagai kombinasi dari dua area tugas. Dalam hal ini ditekankan suatu perbedaan dalam bentuk tugas yang saling terkait. Dalam upaya yang berorientasi perubahan, desain kurikulum dan materi menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan, seleksi material menjadi kurang penting jika dibanding dengan pembuatan dan pengetesannya. Pengembangan kurikulum yang berorientasi perubahan akan menghadapi dengan semua elemen proses dan input sebagai variabel yang dimodifikasi dalam suatu proses desain.

Aktivitas esensial dalam subsistem semuanya diarahkan pada perbaikan desain input yang bertujuan untuk lebih efisiennya interaksi saling menguntungkan antara guru dan murid. Dengan demikian pengembangan materi kurikulum melibatkan pendefinisian hasil akhir dan tujuan terkait dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dan siswa, meredisain panduan penggunaan materi ajar, fasilitas, ruang, waktu, dan orang-orang. Tujuannya ialah menciptakan pengalaman belajar yang terencana dan memroduksi material untuk pengomunikasian dan memasilitasi pengalaman belajar yang diredefinisi. Jelasnya, aktivitas harus terkait erat dengan jalannya program. Pengaturan staf dan aktivitas prajabatan hampir selalu terkait dengan pengembangan materi dan kurikulum secara dinamis.

Subsistem kebijakan dan aturan dipandang terkait secara langsung dengan sistem operasi dan sistem perkembangan. Diantara subsistem ini dewan sekolah, kabinet administratif, dewan kurikulum begitu pula dari sisi individu, berbuat untuk menciptakan dampak keputusan terhadap operasional dan pengembangan sistem. Seringkali, dalam praktiknya, pengambilan keputusan didasarkan atas informasi yang hanya sedikit, data yang tidak lengkap, analisis yang dangkal dan reliabilitas yang meragukan. Model ini akan memberikan tempat yang unik pada subsistem evaluasi sebagai stimulator pengambilan keputusan. Model ini juga secara jelas menyediakan keputusan-keputusan yang tidak hanya diarahkan pada suatu modifikasi rutin dalam sistem operasi, melainkan juga mengarahkan fokus perhatian pada tiap subsistem perkembangan.

Mengombinasikan operasi dari subsistem perkembangan dapat memberi mengarah pada perhatian terhadap bab mengenai pembentukan staf dan mengorganisasikan supervisi pengajaran. Dalam menginterpretasi model ini, penting untuk menyadari hubungan erat yang diperlukan diantara staf yang terlibat dalam pengembangan masing-masing subsistem. Saling berbagi diantara staf menjadi hal yang wajib. Rencana-rencana pengembangan merupakan hasil dari usaha kolaboratif dalam skala besar dan dikoordinasikan secara erat pada tiap even. Hanya saluran (channel) utama yang ditunjukkan pada gambar 3.5, tetapi sebenarnya banyak lagi aliran dari saluran informasi yang lain yang tentu saja penting dalam menghubungkan sistem satu dengan sistem lainnya.akhirnya, kemanapun arah anak panah, model ini memiliki anak panah dengan dua arah, yang menunjukkan hubungan koordinasi yang dekat yang bisa menyatukan keseluruhan dengan identitas pada masing-masing sistemnya yang utama.

STRATEGI-STRATEGI PERUBAHAN

Diskusi mengenai problem dalam hal resistensi (kemandegan) terhadap perubahan di bab 2, menekankan kebutuhan atas perencanaan yang realistis dan strategi dalam hal mempekerjakan staf. Penggunaan model-model sistem sebagai alat analisis ditekankan pada konseptualisasi sistem perencanaan dan pengorganisasian supervisi yang dinamis. Strategi yang dipilih tidak kurang pentingnya dibandingkan dengan karakter sistem pengembangan pengajaran dalam menjamin kesuksesan pelaksanaan program supervisi. Proyek pengembangan kurikulum yang diadopsi dari penggabungan strategi dari sekolah ke sekolah yang lain dapat menemukan kurikulum yang sudah kuno untuk kemudian mengubahnya secara ekstensif. Proyek prajabatan yang terkait dengan strategi komunikasi massa dapat menghasilkan lebih banyak kesadaran dibandingkan dengan kemampuan unjuk kerja, dengan tambahan problem-problem moral.

Tiap problem dapat dipandang sebagai suatu strategi unik. Beberapa strategi umumnya dapat adaptif terhadap berbagai problem perubahan dalam pengajaran. Tiga strategi yang cukup berbeda dapat disebutkan sebagai berikut:

1. Pemrosesan informasi dan feedback

2. Difusi dari beberapa inovasi

3. Pengembangan lokal

Masing-masing strategi akan diuraikan. Masing-masing memiliki tugas berkaitan dengan mengubah orang secara langsung. Strategi-strategi pengubahan struktural, sangat populer dalam siklus pendidikan, namum strategi-strategi tersebut tidak dimasukkan dalam pembahasan ini. Hal ini dikarenakan beberapa keterbatasan yang akan ditemui berkaitan dengan, ketika praktik pengajaran merupakan hal yang akan diubah (atau yang menjadi target pengubahan). Juga, pendanaan yang ditargetkan, aspek legalistic, atau strategi kharismatik tidak didiskusikan karena terbatasnya ketersediaan pakar dalam hal pengajaran.

Pemrosesan informasi dan feedback

Istilah komunikasi dan feedback secara jelas menyediakan suatu informasi yang esensial berkaitan dengan pengajaran di setiap subsistem sekolah. Kedua istilah tersebut juga esensial dalam setiap proses perubahan. Bagaimanapun, ketika diadopsi sebagai suatu strategi, informasi yang akan diberikan diharapkan dapat menstimulasi perubahan dalam berbagai cara, yaitu meliputi: (1) informasi mengenai hal yang tampak kontras dan bagaimana hal tersebut digunakan untuk menstimulasi keputusan-keputusan bagi suatu peubahan. (2) Pemrosesan informasi dan teknik analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi perubahan spesifik yang diperlukan dalam pelaksanaannya (3) informasi menyediakan keuntungan secara praktis ketika hal lain tidak dapat atau lemah karena memiliki sifat yang kurang praktis (4) informasi disebarluaskan oleh beragam subgroup dan persaingan serta keadaan saling menekan akan menimbulkan dilakukannya suatu perubahan.

Strategi ini merupakan inti dari kerja seorang jurnalis, ketika seorang mengambil peran sebagai jurnalis berkaitan dengan masalah institusi, program atau orang-orang yang ada serta menuliskan serangkaian “ekspos”. Strategi ini melatar belakangi hampir semua survai sekolah dan program akreditasi di tingkat regional terhadap staf dan pegawai kantor lainnya ketika akan menghitung rekomendasi yang diberikan untuk memicu suatu perubahan. Strategi ini melibatkan supervisi klinis, begitu pula dengan pengembangan organisasi (Schmuck et. Al., 1975) dan program siklus kualitas (Oichi, 1981)

Supervisi klinis mengalami pengembangan-pengembangan di tangan Boyan dan Copeland (1978), Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981), Cogan (1973) dan tokoh-tokoh lainnya dalam upaya memperbaiki pengajaran dengan strategi yang melibatkan kemampuan individu yang kuat. Pendekatan lain yang menekankan aspek personal dan terkait erat dengan supervisi klinis ditunjukkan oleh Glickman (1980), Redfern (1980) dan Harris dan Hill (1982). Semua yang telah disebutkan di atas, diharapkan dapat memberikan efek yang terbatas dalam hal tidak munculnya upaya dinamis yang lain dalam usaha untuk mengubah operasionalisasi sekolah secara menyeluruh. Pertanyaan mengenai strategi berbasis personal yang perlu dijawab berkaitan dengan efektivitas dan nilai ekonomisnya. Mungkin akan terdapat sedikit keraguan berkaitan dengan pengalaman klinis yang dapat meningkatkan perkembangan individu dalam memperbaiki praktik yang selama ini telah umum dilakukan. Hal ini dapat pula meningkatkan inovasi. Bagaimanapun juga, pendekatan yang pertama (yang sebelumnya) lebih memberikan hasil. Lebih jauh lagi, upaya perubahan sangat berkaitan erat satu dengan yang lainnya dalam hal pemrosesan informasi dan feedback juga lebih memakan banyak biaya dan dapat bersifat menghalangi sehingga dapat dilakukan pemecahan perbagian pada suatu upaya strategik yang lebih luas.

Siklus Kualitas (Zenke, 1982) yang didiskusikan secara luas merupakan pendekatan lain yang menggunakan pola pemrosesan informasi dan feedback. Strategi ini memiliki kekuatan, sebagaimana supervisi klinis, sangat berkaitan erat dengan konteks dalam lingkup kerja. Realitas yang ada pada lingkup kerja serta interaksi peraturan dengan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya dapat memberikan suatu kualitas dalam siklus dan dapat menjanjikan banyak hal. Tidak seperti strategi dengan basis personal, siklus kualitas ini lebih ekonomis dalam waktu dan tenaga.

CBAM adalah singkatan dari Concern Based Adoption Model (Model Adopsi yang Berbasis Perhatian). Strategi proses perubahan yang bersifat personal telah dikembangkan oleh Hall dan Loucks (1978). Tidak seperti pendekatan pemrosesan informasi yang lain, CBAM menekankan hanya pada konteks pekerjaan. Model ini mengasumsikan bahwa individu merupakan unit perubahan yang esensial serta mengasumsikan keberadaan peraturan sebagai suatu “stages of concern” (tahapan-tahapan sebagai focus perhatian (Hall, 1982) yang akan memandu pengambilan keputusan individu dan tindakan-tindakan lain kearah inovasi pengajaran alternatif. Asumsi-asumsi di atas memiliki kepastian untuk membatasi penggunaan strategi ini.

Organizational Development (DO/ Pengembangan Organisasi) adalah salah satu pendekatan lain dalam strategi pengubahan pemrosesan informasi. OD berfokus pada perbaikan fungsi operasional organisasi dan interaksi antar anggotanya. OD berupaya membangun organisasi dengan mengembangkan individu-individu yang ada di dalamnya. OD akan melakukan pengubahan secara terencana yang akan memerbaiki operasionalisasi yang berbasis interpersonal dengan mengganti persepsi, sikap, nilai untuk kemudian memperbaiki interaksi yang ada (Cunningham, 1982, pp. 195-99). Blake dan Mounton (1979, pp 54-64) telah mengembangkan prinsip OD yang dapat diaplikasikan pada industri. Beberapa diantaranya dapat diaplikasikan dalam konteks pendidikan:

1. unit perubahan merupakan suatu organisasi yang otonom dan bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Unit OD harus terdiri atas orang-orang yang memiliki otoritas yang penting dalam menentukan arah-arah yang baru.

2. Pimpinan puncak harus terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan untuk mengubah hal-hal yang perlu diubah.

3. sistem organisasi yang terdiri atas individu-individu harus dilibatkan, tidak hanya sekedar perwakilan atau pemegang jabatan saja.

4. pihak yang bertanggung jawab mengatur perubahan perlu diberi kesempatan untuk belajar konsep mengenai perilaku pemimpin dan mengetes keterampilanya dalam bekerja.

Praktik OD memiliki banyak kesamaan dengan teknik Siklus Kualitas

Kelemahan dalam strategi-strategi pemrosesan informasi menjadi signifikan ketika perubahan yang di perlukan lebih kompleks dan perlu untuk melatih ulang pengaturan staf yang baru dan juga kurikulum yang baru. Feedback yang berisi hal yang selalu sama menunjukkan perlunya beberapa perubahan ketika kapabilitas untuk mengatur terbatas atau tidak ada. Mungkin kelemahan yang paling besar pada strategi ini terkadang ditemukan pada feedback yang sangat spesifik sehingga perlunya perubahan menjadi hal yang sangat jelas tampak. Informasi seperti ini sangat sulit didapatkan. Bagaimanapun, informasi yang lebih umum dengan feedback yang tidak spesifik dapat mengarah pada kesalahan yang serius.

DIFUSI INOVASI-INOVASI

Difusi (penyebaran) strategi inovasi telah digunakan secara luas dalam dunia bisnis dan industri ketika perubahan diarahkan atau dihimpun dalam penemuan dan inovasi yang spesifik. Strategi ini banyak memiliki kesamaan dengan strategi informasi-feedback yang menekankan pada sumber-sumber informasi, yang biasanya didukung oleh riset atau tes di lapangan dengan berbagai keuntungan yang ada di dalamnya (Rogers dan Shoemaker, 1971). Tidak seperti startegi sebelumnya, difusi inovasi (1) berkonsentrasi pada menyajikan perubahan yang spesifik, (2) melibatkan agen perubahan yang aktif (setidaknya berupa implikasi), dan (3) menekankan pada percobaan (trial) dan evaluasi dari pihak yang menggunakannya.

Teori yang dikemukakan Rogers dan Shoemaker (1971) menggambarkan proses perubahan yang didasarkan atas adopsi inovasi. Sekuensi dari tahap-tahap dalam proses adopsi meliputi (1) pengetahuan, (2) persepsi, (3) keputusan. Sumber informasi meurut teori ini dipandang sebagai sarana fasilitasi evaluasi pada tahap pengetahuan. Pada tahap ini mengarahkan pihak yang akan mengadopsi untuk memahami inovasi-inovasi dalam variabel sistem sosial—sistem norma, struktur yang mendukung dan seterusnya. Sumber-sumber informasi juga digunakan pada tahap kedua untuk membantu pihak pengadopsi dalam menemukan karakteristik yang ada pada inovasi—keutungan relatif, kecocokan, kompleksitas dan seterusnya.

Sudut pandang ini dikembangkan berdasarkan studi dari adopsi yang dilakukan terhadap inovasi dalam bidang agrikultur, ketika itu Layanan Perluasan Agrikultur (Agriculture Extension Service) dan agen yang terlibat mendapatkan kesuksesan yang tidak lazim dalam dunia agrikultur di Amerika.

Rogers dan Shoemaker (1971) menemukan bahwa “perbedaan yang penting dan fundamental yang ada antara agrikultur dan cara penyebaran pendidikan mengenai agrikultur”. Mereka menunjukan bahwa sekolah tidak seperti petani dan keuntungan relatif dalam mengadopsi cenderung kecil dan tidak pasti dalam inovasi yang ada dalam dunia pendidikan. Studi yang dilakukan oleh Littleton (1971) terhadap kepala sekolah dasar hanya menawarkan sedikit dukungan terhadap teori Roger dalam seting sekilah umum.

Owen dan Steinhoff (1976) telah membandingkan strategi perubahan perilaku pada petani dan strategi untuk mengubah personil sekolah. Kedua kelompok sama-sama konservatif dan dalam lingkup tradisional. Strategi mengubah perilaku petani dapat diaplikasikan pada penilik sekolah, bahwasanya satu orang mampu untuk memengaruhi banyak orang dalam suatu organisasi (Owen dan Steinhoff, 1976, pp. 9-10).

Model-model interaksi sosial biasanya didasarkan pada strategi difusi inovasi yang berfokus pada implementasi terhadap inovasi yang spesifik. Paul (1977) mendiskusikan suatu strategi yang menekankan pada kanal komunikasi dan penyampaian pesan untuk menyebarkan inovasi, pola-pola pengaruh interpersonal yang mengarah pada pengadopsian inovasi dan menstimulasi pengadopsian dari luar sistem yang telah ada di dalam sebelumnya (pp. 21-22).

Strategi difusi inovasi telah digunakan secara luas oleh laboratorium di tingkat regional, departemen pendidikan dan lembaga komersial dalam upaya untuk mengadopsi peralatan baru, bahan-bahan dan praktik di kelas, untuk menjamin kecepatan dan penyebarluasannya. Laporan mengenai hasil penerapan strategi ini beragam. Untuk kesederhanaan, kecocokan dan program inovasi yang menunjukkan keuntungan secara nyata. Program, bahan dan teknik strategi yang ada dapat berguna; OHP, alat pengeja (spelling kits) dan mebel yang mudah dipindahkan telah diadopsi secara luas.

Disisi lain, perubahan yang lebih kompleks belum menunjukkan respon terkait dengan model ini. Film 16mm saat ini kurang berguna setelah tersedia selama lebih dari 50 tahun. Individually Prescribed Instruction (IPI = Pengajaran yang Disajikan secara Individual) telah punah dalam waktu yang tidak terlalu lama. Team teaching dan flexible scheduling (pengaturan jadual yang fleksibel) juga jarang bisa bertahan.

Perkembangan Lokal

Dua kelemahan utama dari dua strategi yang telah disebutkan sebelumnya, team teaching dan flexible scheduling yaitu (1) terlalu sedikit fasilitas yang mendukung (2) terlalu banyak kewajiban dari pihak-pihak lain. Pihak yang menggiatkan program lokal meminjam ide-ide dari berbagai sumber terkait dengan ide, kebutuhan, sumber daya dari personil dalam rangka membuat perubahan sebagaimana dibutuhkan yang memiliki keunikan dan cocok dengan situasi lokal. Idealnya, riset dan pengembangan kurikulum dapat terintegrasi sehingga kurikulum dapat berkembang. Training prajabatan menjadi produk dari upaya pemecahan masalah.

Strategi ini digunakan secara luas untuk mengembangkan pengajaran yang telah revisi sebagai produk dari studi yang dilakukan oleh suatu komite. Banyak sekolah menyadari berbagai jenis inovasi dan mengadopsi strategi untuk mengembangkan versi mereka sendiri. Beberapa inovasi yang sangat menarik bersumber dari pengembangan oleh pihak lokal.

Strategi perubahan yang dikembangkan dalam skala lokal dapat mempertimbangkan perubahan yang terjadi antara asesmen kebutuhan, formulasi tujuan dan implementasinya. Ketika proyek tersebut menemukan bentuknya, staf dan pihak yang terlibat menjadi lebih memahami problem dan tujuan pengajaran mereka dan karenanya dapat memengaruhi hasil. Persamaannya, ketika aktivitas inovasi dan intervensi dikembangkan, penyesuaian atau adaptasi yang saling menguntungkan harus dilakukan. Kesuksesan tergantung pada penyegaran atau pengubahan teknik dan metode dalam interval waktu yang teratur (Foster dan Easton, 1980, pp. 15-18).

Kekuatan strategi ini jelas. Keterlibatan menjadi tinggi dan kreatif. Perubahan dapat diarahkan pada kondisi lingkungan lokal. Keterampilan yang dikembangkan dalam memelajari desain perubahan dalam institusi telah siap dan tersedia bagi upaya berkelanjutan dalam pengubah pengajaran dalam area-area yang lain.

Kelemahan strategi ini juga banyak. Tanpa sistem evaluasi independen yang objektif, pemilihan masalah bagi pengembangan lingkup lokal dapat saja dangkal. Tradisi lokal dapat menghalangi variasi alternatif. Biasanya kuantitas waktu dan kemampuan tidak tersedia untuk menyebarkan perubahan dalam hal-hal yang utama. Anggota staf lokal bertanggung jawab untuk mengatasi masalah ini.

Jika menilik perkembangan upaya-upaya pengembang lokal pada setiap dekade, sulit untuk menangkap strategi perubahan dengan sudut pandang yang optimis. Kartu-kartu laporan dan instrumen evaluasi guru secara teratur dilakukan oleh ratusan sekolah di Amerika, dengan hanya sedikit perubahan yang berarti. Sistem pengelompokan pengajaran yang homogen telah diperbaharui setidaknya dalam jangka waktu seratus tahun dengan penambahan sedikit kreativitas atau perbaikan. Penemuan lokal ini sering hanya merupakan peniruan dari pengalaman di masa yang telah lewat. Hal ini menunjukkan bahwa proses perubahan tidak selalu sejajar dengan perbaikan.

Strategi Tiga Tahap

Strategi yang didiskusikan secara luas dapat digolongkan sebagai bagian dari strategi utama. Startegi utama ini terkait dengan (1) penciptaan alternatif sebagai praktik yang dilakukan pada saat itu (2) pengadopsian alternatif (3) pengimplementasian dan penetapan praktik sehingga menjadi bagian sistem operasinal yang menetap. Rogers dan Shoemaker (1971) mengasumsikan bahwa penemuan alternatif melalui riset dan pengembangan. Dalam pendidikan, hal tersebut dapat menjadi sumber alternatif, tetapi seringkali kurang kuat atau tidak lengkap. Strategi yang berasal dari pihak lokal sangat tergantung pada pengintegrasian tahap-tahap penemuan, pengadopsian dan pemakaian, walaupun dalam faktanya terkadang tidak efisien dan terbatas ruang lingkupnya dalam hal perbaikan yang diperlukan. Strategi pemrosesan informasi gagal mengarahkan pada kebutuhan untuk menciptakan alternatif dan juga sangat menggampangkan dalam proses penggunaannya.

Alternatif yang dipakai secara praktis diambil dari berbagai sumber dan pemahaman mengenai berbagai alternatif merupakan kombinasi dari persepsi yang baru atau persepsi terhadap alternatif-alternatif yang mungkin dapat digunakan. Penelitian mengenai strategi pengubahan dikombinasikan dengan aktifitas percobaan dan evaluasi dalam tahap II dan menghasilkan keputusan untuk mengadopsi atau tidak menggunakannya. Tahap III melibatkan upaya mengubah berbagai bentuk struktur operasionalisasi dan antar staf dalam mengimplementasikan keputusan untuk mengadopsi. Kegiatan terakhir di tahap ini perlu dilakukan evaluasi terhadap hal baru yang mengarah pada modifikasi atau pengabaian. Model ini juga menunjukkan kemungkinan adanya korupsi dalam praktik pelaksanaannya.

Menciptakan persepsi alternatif merupakan tahapan yang esensial dalam proses perubahan. Sederhananya, penemuan oleh seseorang dipandang sebagai sesuatu yang secara potensial berguna. Penciptaan alternatif-alternatif yang lebih kompleks dapat melibatkan pengombinasian antara riset dan pengembangan. Penemuan televisi, mengombinasikan studi mengenai efektivitas menonton televisi dibandingkan dengan pengajaran secara langsung. Hal ini akan mengarahkan pada suatu pemahaman bahwa pengajaran melalui televisi sebagai suatu inovasi yang memiliki nilai praktis. Penemuan lokal atau praktik baru yang dikembangkan secara lokal tentu saja juga berkaitan dengan proyek riset dan perkembangan di luar wilayah tersebut. Lebih jauh jika inovasi tersebut dilakukan pihak lokal, kesadaran mengenai hal ini merupakan sesuatu yang integral dengan penemuan yang ada.

Pengadopsian alternatif secara praktis sebenarnya merupakan suatu proses coba-coba, pengevaluasian dan pengambilan keputusan. Ketika pihak pengadopsi hanya satu orang, maka ini hal ini akan relatif sederhana. Ketika kelompok atau seluruh bagian organisasi mengadopsi, akan lebih banyak hal-hal komplek yang membutuhkan fasilitasi. Dalam strategi ini, disediakan pelatihan untuk membantu pengadopsi (baik individual maupun kelompok) agar dapat memahami bentuk dan implikasi dari praktik-praktik alternatif tersebut. Percobaan untuk menggunakan praktik alternatif menyediakan dasar bagi pembandingan praktik lama dan praktik yang baru dalam hal criteria keberlanjutan dan keuntungan yang didapatkan. Proses evaluasi ini melibatkan praktik percobaan dalam beberapa variabel yang penting sebagai bagian dari keputusan untuk mengadopsi alternatif yang baru. Variabel sistem sosial dari berbagai sumber yang beragam perlu diperiksa secara akurat terkait dengan dukungan yang bisa diharapkan.

Begitu pula dengan pengalaman yang diambil pada tahap uji coba perlu diperiksa dengan menyadari adanya karakteristik seperti keterpisahannya, kesesuaiannya, dan kompleksitasnya yang berkaitan dengan komitmen untuk mengadopsi. Evaluasi terhadap praktik percobaan juga melibatkan kesadaran mengenai keuntungan alternatif praktik yang telah dilakukan sebelumnya. Perlu untuk memeriksa kebutuhan-kebutuhan baik bagi pihak individu maupun institusi, biaya relatif terkait bidang ekonomi, institusi dan personal. Keputusan untuk mengadopsi atau menolak praktik alternatif yang baru perlu untuk secara menyeluruh diujicobakan dan secara teliti dievaluasi.

Proses “pemasangan” praktik yang baru diadopsi tentu saja merupakan bagian dari kejadian yang penting. Perubahan dalam sistem pengoperasian secara total perlu dilakukan walaupun pada inovasi yang sederhana. Pengembangan staf merupakan hal yang kritis dalam perubahan di bidang pengajaran, untuk itu diperlukan pelatihan yang ekstensif. Ketika praktik yang baru telah dilakukan walaupun didasarkan atas program yang berbasis pilot project upaya-upaya pengevaluasian diperlukan untuk mengingatkan para staf agar memodifikasi praktik dan untuk perubahan pada tahap selanjutnya dalam kaitannya dengan subsistem yang lain.

Dalam kondisi yang ideal, tiga tahap perubahan ini akan mengarah pada penggunaan, memperbaiki inovasi pengajaran secara berkelanjutan. Terkadang, pendekatan strategis ini menghasilkan pengabaian terhadap perubahan yang telah dianggarkan atau terjadi korupsi. Penolakan praktik alternatif atau pengabaian setelah dilakukannya implementasi program merupakan tanda dari kesalahan strategi. Lebih serius lagi, ini merupakan suatu bentuk korupsi.

Satu hal yang dibutuhkan untuk riset di bidang proses perubahan pengajaran dapat menjadi penyebab terjadinya korupsi. Fenomena ini dengan segera dapat digambarkan. Kasus ini, memerlukan studi lebih lanjut. Korupsi adalah bukti dari program yang dilaksanakan yang tidak sesuai dengan kualitas yang diminta. Korupsi adalah bukti ketika team teaching lebih tampak berupa “departementalisasi” korupsi adalah bukti ketika kartu kartu laporan digantikan dengan sistem pelaporan yang akan menjaga orang tua dan siswa masih tidak uninformed. Intinya, korupsi terjadi ketika satu atau lebih features dari desain yang asli telah dihilangkan. Bagaimanapun, korupsi juga dikarakteristikkan dengan kualitas implementasi dalam kualitas yang rendah .

Korupsi dalam Inovasi Pengajaran

Ketika serangkaian perubahan dikarakteristikkan atau diberi label inovasi, efek kesuksesannya dapat diamati. Keputusan untuk mengadopsi mungkin dibuat tanpa proses yang sistematis sebagaimana tergambar pada tahap II. Tahap uji coba kadang dihilangkan atau hanya secara sekilas dievaluasi. Keputusan mungkin dipaksakan dan bukan didasarkan atas partisipasi yang penuh. Keputusan dalam penggunaan strategi ini dapat mengalami suatu bentuk korupsi dalam pelaksanaannya.

Meskipun keputusan untuk mengadopsi dibuat dengan hati-hati, proses pada tahap III dapat saja salah dan mengarah pada korupsi. Program training yang direncanakan untuk mengadopsi praktik inovasi yang baru bisa saja dilakukan pada tahap permukaannya saja. Pengubahan staf yang diperlukan bisa saja tidak cukup atau kurang kuat. Perubahan peratuan dan perubahan fisik dapat diadopsi tanpa perubahan personal. Kesalahan dalam pengadopsian dengan membuat semua perubahan yang diperlukan akan memberikan kontribusi terhadap bahaya korupsi yang mungkinterjadi dalam praktiknya.

Perubahan yang kompleks dalam bidang pengajaran mudah sekali terjadi resiko korupsi sejalan dengan beberapa perubahan dalam proses pengadopsiannya. Perubahan yang kompleks tampaknya akan menghasilkan kondisi frustrasi bagi pengadopsi pemula dan hal ini memerlukan suatu kesabaran dalam pengevaluasian dan penerapannya. Pada awalnya, hal yang baru akan tampak kurang sukses karena kurangnya keterampilan dari staf yang mengadopsinya. Pelatihan ulang yang intensif dan ekstensif mungkindiperlukan.

Perubahan yang kompleks kadang tidak secara penuh didukung oleh kelompok-kelompok yang berkepentingan. Ketertarikan atau perhatian harus ditanamkan sebelumnya agar proses pengimplementasian dapat berlangsung dengan sukses.

KESIMPULAN

Kebutuhan mengenai cara-cara mengonseptualisasikan dinamika supervisi merupakan pokok bahasan dalam bab ini. Mengonsepkan model, terutama pada model sistem memiliki banyak kegunaan walaupun hanya memiliki karakteristik yang terbatas. Model ini sesuai untuk mengembangkan rencana-rencana yang detil.

Model sistem ditampilkan untuk menunjukkan dan menuntun rencana-rencana untuk hal yang khusus dan sistem pengembangan terpisah dalam petunjuk supervisi dan bagaimana pelaksanaannya sebagaimana yang ditunjukkan dalam model sistem ini.

Strategi untuk mengubah pelaksanaan dan sudut pandang yang membentuknya menjadi topik dalam bab ini. Di bab sebelumnya telah dibicarakan berbagai permasalahan yang terjadi dalam hal supervisi. Di bab ini dijelaskan pula mengenai kritik terhadap strategi-strategi perubahan yang menjadi tren. Upaya untuk menyintesiskan berbagai strategi pada satu strategi utama dicoba dilakukan serta mengundang berbagai riset untuk menguji asumsi-asumsi yang telah dibuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar